Setelah usai shalat Shubuh, perempuan itu segera berkemas. Dipakainya pakaian yang pantas, tak lupa mengenakan kerudung kecil yang menyerupai topi di kepalanya. Lalu ia mengeluarkan sepeda kayuhnya. Ditatanya rupa-rupa kue dan makanan ringan hasil kerja kerasnya semalam di bagian belakang sepedanya itu.
Semuanya telah siap. Pun dengan makanan di rumah untuk suami dan anak-anaknya. Maka dengan mantap ia pun segera mengayuh sepedanya di jalanan yang masih gelap. Pasar kecil yang terletak beberapa kilo dari rumahnya, menjadi tujuannya. Ya, di sanalah dia akan menghabiskan waktu paginya, seperti yang ia lakoni setiap hari.
Dia, perempuan yang berjualan aneka kue dan makanan ringan di pasar. Dia, seorang ibu yang memiliki 4 orang anak dengan semangat hidup yang menyala. Membesarkan keempatnya bersama sang suami yang (mungkin) hasil kerjanya tak mencukupi jika ia tak turut serta bekerja.
Dialah bibi saya. Lebih tepatnya bibi dari pihak suami saya. Suami dan adik-adik ipar saya biasa memanggil bibi yang asli dan tinggal di kota Kediri itu dengan "bik Nurul". Tapi karena saya orang Jawa Tengah, saya memanggilnya dengan "bulik Nurul". Sudah 5 tahun saya mengenalnya, dan semakin saya mengaguminya. Dia sosok ibu yang tekun, sedikit bicara tapi banyak bekerja. Dia bekerja tak kenal lelah. Demi membantu suaminya, demi untuk membesarkan anak-anaknya. Dan yang membuat saya kagum, saya tak pernah mendengar keluh kesahnya.
Setiap pagi dia ke pasar, lalu sepulangnya langsung menyiapkan barang dagangan untuk keesokan harinya. Istirahat siang sekitar 1 jam, setelah itu kembali berjibaku di dapur untuk melanjutkan menyiapkan barang dagangan, memasak untuk keluarga, mengurus anak-anaknya, hingga kira-kira jam 11 malam baru tidur. Lalu pukul 2 dini hari harus bangun untuk mempersiapkan jajanan pasar yang harus tersaji dalam keadaan hangat.
Dia membuat jajanan pasar berupa aneka kue basah, juga makanan ringan untuk sarapan seperti yang terbuat dari jagung, beras ketan, dan semacamnya. Membuat barang dagangan seperti itu lumayan rumit dan menyita waktu karena bentuknya yang kecil-kecil dan pengemasannya membutuhkan waktu yang lama.
Dulu, suami saya pernah tinggal di rumah bibi. Menurut cerita suami, bibi memang jarang sekali mengeluh. Dia pun sangat menyayangi anak-anaknya. Dia jarang sekali memarahi keempat anaknya. Dan kini, ketika 2 anaknya telah dewasa, telah bekerja, mandiri dan tinggal terpisah di luar kota, dia masih menyayangi kedua anaknya itu seperti keduanya masih kecil.
Saya pun pernah menyaksikan hal itu sendiri. Suatu ketika, bibi sekeluarga sedang menginap di rumah saya. Waktu itu bibi dan paman hendak menelepon anak sulungnya, tapi mereka salah pencet ke nomer handphone anaknya yang nomer dua. Dengan spontan paman bilang kalau mereka salah pencet. Eh, ternyata si nomer 2 agak ngambek :). Spontan juga bibi menyahut telepon itu. Dari seberang si nomer 2 bilang,
“Ah, Emak cuma salah pencet, ya. Emak cuma kangen sama kakak, kan?”
“Enggak, Nak… Emak juga kangen kamu. Emak nggak salah pencet nomer, kok. Ini tadi Bapak sama Emak maunya telpon kakakmu dulu, habis itu ya telpon kamu, to. Emak kangen sama kalian. Emak sayang sama kalian berdua…”
Ah, bibi selalu punya alasan untuk menenangkan hati anak-anaknya. Saya yang mendengar percakapan itu dapat merasakan belaian kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Ibu yang mampu menenangkan hati, yang memberikan kedamaian bagi keluarganya. Memang begitulah sifatnya. Kedua anaknya yang masih sekolah pun (anak ke-3 dan ke-4) juga memperoleh kasih sayang yang begitu besar.
Sekarang, meski kedua anaknya telah bekerja, bibi tak mau merepotkan mereka untuk membantu biaya pendidikan 2 adiknya. Bibi masih sama seperti yang dulu, tekun berjualan di pasar setiap pagi. Bibi tetap pekerja keras yang tak mau berpangku tangan mengharapkan bantuan anak-anaknya.
Itulah bibi saya, seorang perempuan dan ibu yang hebat. Dia memang seorang ibu pekerja keras, namun hatinya begitu lembut. Kasih sayangnya tak bertepi bagi anak-anaknya. Demikian pula bagi orang-orang di sekitarnya, dia dikenal sebagai perempuan yang lembut dan pekerja keras.
Bagi saya, ibu yang hebat adalah ibu yang mampu berbuat maksimal demi kesuksesan anak-anaknya, yang mampu mencurahkan kasih sayangnya kepada mereka dalam kondisi bagaimanapun, yang memberikan kasih sayang itu tak bertepi, hingga kapanpun. Semoga saya bisa meneladaninya, menjadi bagian dari ibu-ibu hebat di dunia :).
*maaf tak ada foto bibi saya, saya gak punyaaa ;)
*postingan ini juga untuk memeriahkan #HariIbu bersama KEB (Kumpulan Emak2 Blogger)
Semuanya telah siap. Pun dengan makanan di rumah untuk suami dan anak-anaknya. Maka dengan mantap ia pun segera mengayuh sepedanya di jalanan yang masih gelap. Pasar kecil yang terletak beberapa kilo dari rumahnya, menjadi tujuannya. Ya, di sanalah dia akan menghabiskan waktu paginya, seperti yang ia lakoni setiap hari.
Dia, perempuan yang berjualan aneka kue dan makanan ringan di pasar. Dia, seorang ibu yang memiliki 4 orang anak dengan semangat hidup yang menyala. Membesarkan keempatnya bersama sang suami yang (mungkin) hasil kerjanya tak mencukupi jika ia tak turut serta bekerja.
Dialah bibi saya. Lebih tepatnya bibi dari pihak suami saya. Suami dan adik-adik ipar saya biasa memanggil bibi yang asli dan tinggal di kota Kediri itu dengan "bik Nurul". Tapi karena saya orang Jawa Tengah, saya memanggilnya dengan "bulik Nurul". Sudah 5 tahun saya mengenalnya, dan semakin saya mengaguminya. Dia sosok ibu yang tekun, sedikit bicara tapi banyak bekerja. Dia bekerja tak kenal lelah. Demi membantu suaminya, demi untuk membesarkan anak-anaknya. Dan yang membuat saya kagum, saya tak pernah mendengar keluh kesahnya.
Setiap pagi dia ke pasar, lalu sepulangnya langsung menyiapkan barang dagangan untuk keesokan harinya. Istirahat siang sekitar 1 jam, setelah itu kembali berjibaku di dapur untuk melanjutkan menyiapkan barang dagangan, memasak untuk keluarga, mengurus anak-anaknya, hingga kira-kira jam 11 malam baru tidur. Lalu pukul 2 dini hari harus bangun untuk mempersiapkan jajanan pasar yang harus tersaji dalam keadaan hangat.
Dia membuat jajanan pasar berupa aneka kue basah, juga makanan ringan untuk sarapan seperti yang terbuat dari jagung, beras ketan, dan semacamnya. Membuat barang dagangan seperti itu lumayan rumit dan menyita waktu karena bentuknya yang kecil-kecil dan pengemasannya membutuhkan waktu yang lama.
Dulu, suami saya pernah tinggal di rumah bibi. Menurut cerita suami, bibi memang jarang sekali mengeluh. Dia pun sangat menyayangi anak-anaknya. Dia jarang sekali memarahi keempat anaknya. Dan kini, ketika 2 anaknya telah dewasa, telah bekerja, mandiri dan tinggal terpisah di luar kota, dia masih menyayangi kedua anaknya itu seperti keduanya masih kecil.
Saya pun pernah menyaksikan hal itu sendiri. Suatu ketika, bibi sekeluarga sedang menginap di rumah saya. Waktu itu bibi dan paman hendak menelepon anak sulungnya, tapi mereka salah pencet ke nomer handphone anaknya yang nomer dua. Dengan spontan paman bilang kalau mereka salah pencet. Eh, ternyata si nomer 2 agak ngambek :). Spontan juga bibi menyahut telepon itu. Dari seberang si nomer 2 bilang,
“Ah, Emak cuma salah pencet, ya. Emak cuma kangen sama kakak, kan?”
“Enggak, Nak… Emak juga kangen kamu. Emak nggak salah pencet nomer, kok. Ini tadi Bapak sama Emak maunya telpon kakakmu dulu, habis itu ya telpon kamu, to. Emak kangen sama kalian. Emak sayang sama kalian berdua…”
Ah, bibi selalu punya alasan untuk menenangkan hati anak-anaknya. Saya yang mendengar percakapan itu dapat merasakan belaian kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Ibu yang mampu menenangkan hati, yang memberikan kedamaian bagi keluarganya. Memang begitulah sifatnya. Kedua anaknya yang masih sekolah pun (anak ke-3 dan ke-4) juga memperoleh kasih sayang yang begitu besar.
Sekarang, meski kedua anaknya telah bekerja, bibi tak mau merepotkan mereka untuk membantu biaya pendidikan 2 adiknya. Bibi masih sama seperti yang dulu, tekun berjualan di pasar setiap pagi. Bibi tetap pekerja keras yang tak mau berpangku tangan mengharapkan bantuan anak-anaknya.
Itulah bibi saya, seorang perempuan dan ibu yang hebat. Dia memang seorang ibu pekerja keras, namun hatinya begitu lembut. Kasih sayangnya tak bertepi bagi anak-anaknya. Demikian pula bagi orang-orang di sekitarnya, dia dikenal sebagai perempuan yang lembut dan pekerja keras.
Bagi saya, ibu yang hebat adalah ibu yang mampu berbuat maksimal demi kesuksesan anak-anaknya, yang mampu mencurahkan kasih sayangnya kepada mereka dalam kondisi bagaimanapun, yang memberikan kasih sayang itu tak bertepi, hingga kapanpun. Semoga saya bisa meneladaninya, menjadi bagian dari ibu-ibu hebat di dunia :).
*maaf tak ada foto bibi saya, saya gak punyaaa ;)
*postingan ini juga untuk memeriahkan #HariIbu bersama KEB (Kumpulan Emak2 Blogger)
banyak guru kehidupan di sekitar kita ya mbak, jika kita mau membuka mata. subhanallah
ReplyDeleteBetulll... Mak Ida.. emang sebenernya banyak guru-guru kehidupan di sekitar kita ya, Mak. Gak perlu nyari yang jauh-jauh :)
Deletesuka sekali dg cerita mak diah, ibu-ibu yang kuat dan tulus melakukan apa pun untuk anak-anaknya. semoga beliau selalu diberi kekuatan dan kesehatan amiin.
ReplyDeleteaamiin.. semoga kita bisa menjadi ibu-ibu yang seperti itu juga ya Mak, kuat dan tulus :)
DeleteIbu nggak keabisan ctok cara menyayangi yaa...Happy mothers day yaa...:)
ReplyDeleteNaluri seorang ibu untuk menyayangi anak-anaknya ya, Mak :)
DeleteAamiin.......Bibi Mak DK wanita tangguh yang tidak pernah mengeluh
ReplyDeleteIya, betul banget Mbak Tizara :)
Deletesatu lagi teladan buat kita... terima kasih ceritanya, mbak Diah...
ReplyDeleteSama-sama, Mbak La..
Deletetelah berjuta teladan kita baca dan saksikan ya Mbak :) semoga kita bisa meneladani salah satunya :)
seorg bibi yg hebat, teladan utk kita semua
ReplyDeleteYup, makasih Mak Santi :)
DeletePerempuan adalah ciptaan Allah yang ajaib, kelihatannya rapuh tapi sebenarnya kuat luar biasa. Sungkem untuk bibinya :)
ReplyDeleteYup, bener banget, Mak.. Rapuh tapi kuat :)
DeleteKasih ibu memang hebat,ngomong-ngomong ini pakai bahasa melayu ya?
ReplyDeleteBener banget :)
Deletepostingan ini pakai bahasa Indonesia, kalau yang percakapan itu ya bahasa Indonesia, tapi campur dengan logat Kediri.
btw, mana yang kelihatan bahasa Melayu-nya, ya? :)
Emak.. jadi engen nyicipin makanan ringan yang dijual emak, secara aku suka bengt beli kue2 gitu di pasar
ReplyDeletehihihi... emang enak Mak jajanan pasar gitu itu.. apalagi kalo pas anget-anget dimakannya.. hemmmm
Delete*ngiler :)
seorang wanita yang kuat dan tegar ya Mbak... semoga selalu diberi kesehatan dan kekuatan.. aamiin :)
ReplyDeleteYa begitulah, Mbak Ninik.. bibi saya memang orangnya kurus, tapi kuat dan tegar :) aamiin.. makasih doanya :)
DeleteHiks...jadi ingat almarhumah ibu saya, Mbak...;(
ReplyDeletemakasih ya ceritanya, bikin aku kuat lagi...btw, maaf baru bisa mampir ke blogmu lagi...moga masih ingat sama saya...:-)
hahaha.. Masya Allah.. kok begitu sih Mbak.. siapa yang lupa sama dirimuuuu ^^
Deletesama-sama, Mbak Nunung cantik.. insya Allah selalu kuat, kan ada suami dan anak-anak tercinta :)