Jadi ceritanya begini, kemarin saya mengikuti sebuah lomba menulis. Dan seperti yang sering terjadi: tulisan saya enggak menang! :D. Nah, daripada tulisan itu ngendon di file komputer, mendingan saya posting di blog ini saja. Siapa tahu ada manfaatnya :).
Dan berikut ini hasil pemikiran saya (di ambang DL lomba, soalnya tahu info lomba 3 hari menjelang DL) tentang tema "keperempuanan" (yang sudah saya edit sana-sini). Selamat membaca, temans. Semoga enggak capek bacanya :)
Dan berikut ini hasil pemikiran saya (di ambang DL lomba, soalnya tahu info lomba 3 hari menjelang DL) tentang tema "keperempuanan" (yang sudah saya edit sana-sini). Selamat membaca, temans. Semoga enggak capek bacanya :)
Akhir-akhir ini semakin sering kita jumpai berita di media massa tentang kasus-kasus yang berkaitan dengan perempuan dan anak. Kasus-kasus tersebut menyangkut akan hak-hak perempuan dan anak. Berita tentang kekerasan dalam rumah tangga, penculikan anak, perempuan dan anak sebagai korban trafficking (perdagangan orang), pornografi dan pornoaksi yang menimpa perempuan dan anak, anak sebagai pengguna narkoba, hingga anak menjadi korban kekerasan seksual.
Bahkan bukan hanya kita jumpai di televisi, peristiwa-peristiwa semacam itu kita temukan pula di sekitar rumah kita sendiri. Tetangga yang manjadi korban kekerasan suaminya, anak-anak yang kurang mendapat perhatian orangtuanya akibat perceraian, perlakuan pihak sekolah yang kurang menyenangkan terhadap anak, pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah, pelecehan seksual pada perempuan di tempat kerja, dan sebagainya. Miris.
Semua itu kadang terjadi tanpa protes yang dilakukan oleh korban, yakni perempuan dan anak-anak. Ada istri yang diam karena masih menomorsatukan cinta meski ia telah dianiaya oleh suaminya, ada anak yang takut melapor kepada orangtuanya akibat pelecehan seksual karena takut diancam, atau karena mereka telah masuk ke dalam jaringan yang besar dan sulit ditembus seperti yang terjadi pada korban trafficking.
Sebenarnya, perempuan dan anak-anak korban pelanggaran hak-hak asasi manusia tersebut tidak semuanya berasal dari lingkungan kelas bawah sehingga mudah dilecehkan atau menjadi korban kekerasan. Tak semua dari mereka adalah anak-anak jalanan atau perempuan tak berkeluarga. Bahkan sebagian besar dari mereka masih memiliki keluarga. Banyak pula dari mereka yang hidup dalam lingkungan keluarga berada (kelas atas). Tapi, mengapa mereka juga menjadi korban?
Peran Ibu dalam Upaya Perlindungan Perempuan dan Anak
Sebagai seorang ibu, saya menyadari betul bahwa ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Selain itu, ia juga memegang peranan penting dalam menjaga keutuhan keluarga. Ibu yang abai terhadap anak-anak dan suaminya, menjadikan peluang bagi terciptanya kehancuran sebuah keluarga.
Demikian juga halnya terkait dengan perlindungan perempuan dan anak, peran aktif seorang ibu sangat besar dalam membina terpenuhinya perlindungan yang dimaksud. Mengapa demikian? Berikut bisa disimak peran ibu dalam hubungannya dengan pendidikan anak-anaknya, hubungan dengan suaminya, maupun hubungan dengan lingkungannya.
Hubungan Ibu dengan Anak-anaknya
Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa. Masa kanak-kanak serupa bibit yang akan menentukan baik/buruk pertumbuhannya kelak. Sedangkan pihak yang paling berperan dalam menentukan bibit-bibit itu adalah seorang ibu, karena dialah yang mengasuh anak sejak dalam kandungan. Maka sudah seharusnyalah seorang ibu memberikan pendidikan yang terbaik sejak anak masih dalam usia dini. Dan, pendidikan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap perempuan dan anak adalah sebagai berikut:
- Penanaman akhlak yang baik pada anak. Korban kekerasan pada perempuan dan anak tidak memandang miskin atau kaya, dari keluarga terhormat atau bukan, namun siapa saja bisa menjadi korban. Untuk itulah diperlukan benteng berupa penanaman akhlak yang baik pada anak sejak dini. Karena dengan bekal akhlak yang baik, anak diharapkan mendapatkan lingkungan pergaulan yang baik pula. Ia bisa memilih teman yang baik, yang berakhlak baik, yang bergaul dalam pergaulan yang positif. Sehingga kemungkinan mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dapat dihindari. Misalnya sebagai seorang muslim, ia harus mengerti bagaimana menjaga pergaulan dengan lawan jenis, bagaimana cara berpakaian yang benar, bagaimana menjaga tingkah lakunya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang negatif, dan sebagainya.
- Memberikan pendidikan seksual dimulai sedini mungkin. Pendidikan seksual sangat dibutuhkan anak sejak usia sedini mungkin. Lebih baik orangtua (terutama ibu) yang memberikan penjelasan tentang seks secara langsung terhadap anak, daripada ia mencari informasi kepada orang yang salah di luar sana untuk memuaskan rasa penasarannya. Ibu bisa memberikan pemahaman tentang pendidikan seksual sesuai tahapan usianya. Misalnya tentang batasan aurat yang boleh dilihat orang lain (bagi muslim), tentang fungsi-fungsi organ tubuh, tentang organ reproduksi, dan lain-lain.
- Memberikan pendidikan etika pada anak. Pendidikan etika sangat diperlukan anak agar dia tahu bagaimana menghormati dan menghargai hak-hak dan kewajiban orang lain. Agar dia mengerti bahwa hak-hak orang lain tak boleh dilanggar. Ia bisa menghargai hak-hak tiap individu, baik laki-laki ataupun perempuan. Pun agar ia tahu tentang kesopanan, menjaga perasaan orang lain, tentang simpati dan empati.
- Memberikan pemahaman yang cukup dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi terhadap anak. Dunia digital yang terjadi saat ini mengharuskan orangtua melek teknologi agar mereka bisa mengikuti perkembangan anak-anaknya dan mencegah efek negatif yang ditimbulkannya. Tak dapat dipungkiri, perkembangan teknologi yang pesat memiliki dua sisi positif dan negatif sekaligus. Orangtua harus bijak menyikapi hal tersebut. Anak tak harus dilarang berinteraksi di dunia maya, tetapi hendaknya diberikan pemahaman yang cukup tentang sisi positif dan negatifnya. Ajak anak berdiskusi, ajak berpendapat, agar mereka tidak tertekan akan batasan-batasan yang kita berikan hingga memungkinkan mereka beraksi negatif di belakang orangtua.
- Melatih keberanian dan kemandirian anak. Keberanian dan kemandirian harus ditanamkan pada anak sejak usia dini. Pembentukan karakter ini akan berguna dalam menghadapi permasalahan sosialnya. Misalnya, ia akan berani mengatakan “tidak” pada ajakan orang lain ke arah yang negatif. Ia juga bisa memberikan keputusan dalam menghadapi suatu persoalan. Bahkan mungkin saja dia berani memberikan pertolongan pada perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
- Selalu menyertakan peran ayah dalam pendidikan terhadap anak-anak. Peran ayah sangat dibutuhkan dalam pendidikan anak-anaknya. Karena bagaimanapun, ayah merupakan figur yang menjadi teladan bagi anak-anaknya. Buah pikir ayah juga akan membantu menggenapi pendidikan yang ditanamkan oleh ibu.
- Berkomunikasi intensif dan hangat dengan anak secara rutin dan berkesinambungan. Komunikasi yang intensif dan hangat yang dilakukan secara rutin dan berkesinambungan pada anak akan memberikan bonding (pelekatan) yang begitu kuat dengan orangtuanya hingga ia dewasa nanti. Komunikasi yang seperti ini akan menjadikan anak lebih terbuka pada orangtuanya. Sehingga apapun yang terjadi pada dirinya akan diceritakan pada orangtuanya. Termasuk misalnya jika ia mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan dari orang lain.
Hubungan Ibu dengan Ayah
Sebagai seorang ibu, ia harus mampu menjaga hubungan yang baik dengan suaminya. Ia harus bisa memberikan rasa nyaman dan tenteram pada suaminya. Sehingga dapat menutup kemungkinan suami untuk melakukan tindakan-tindakan negatif di luar rumah. Suami akan merasa tenang dalam bekerja, dan merasa cukup akan kebutuhan batinnya. Sebaliknya, suami pun akan bertindak positif jika melihat pelanggaran hak-hak terhadap perempuan dan anak, karena ia ingat akan istri dan anaknya di rumah.
Hubungan Ibu dengan Anggota Keluarga Lain dan Lingkungannya
Lalu, bagaimana jika kita telah menjumpai korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di dalam keluarga kita? Misalnya, saudara kita telah mengalami kekerasan dalam rumah tangga? Tentu saja, kita tak boleh menutup mata. Meskipun hal itu terjadi dalam lingkungan privat keluargnya (rumah tangganya), namun kekerasan yang terjadi tentu berdampak pada psikologis anak (jika mempunyai anak) dan juga anggota keluarganya yang lain.
Peran keluarga dalam hal ini sangat diperlukan untuk melindungi perempuan dan anak. Kita sebagai seorang ibu hendaknya juga mau bertindak dengan membawa masalah itu ke jalur hukum, atau setidaknya pada komisi perlindungan hak asasi manusia. Baik laki-laki atau perempuan sama saja, kita mempunyai hak untuk melapor pada yang berwajib untuk membela kebenaran. Dan keberanian kita agar menjadi pelajaran bagi pelaku kekerasan yang lain, agar dapat menimbulkan efek jera bagi mereka.
Kesimpulan
Keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Melalui keluarga, anak sebagai generasi penerus bangsa seharusnya kita didik secara baik dan benar dalam memahami hak-hak asasi manusia termasuk hak-hak perempuan dan anak hingga pengimplementasiannya.
Di sinilah peran ibu dibutuhkan sedemikian besar, karena ibu-lah yang paling dekat dengan anak-anak. Peran aktif keluarga terutama ibu sangat dibutuhkan secara konkrit dalam pendidikan dan pengasuhan anak sehari-hari. Melalui pendidikan yang baik dan benar tersebut, diharapkan akan diimplementasikan anak dalam kehidupannya hingga dewasa nanti. Dari keluarga-keluarga di Indonesia yang menerapkan pola pendidikan semacam itu, diharapkan pula kelak akan tercipta kehidupan berbangsa dan bernegara yang saling menghormati hak dan kewajiban tiap individu, baik laki-laki maupun perempuan.
Sehingga kita masih punya harapan, Indonesia akan lebih baik tanpa pelanggaran terhadap hak-hak perempuan dan anak yang kini semakin memprihatinkan kondisinya. Semoga.
Tos dulu mbak....aku jg ikut tp tdk menang....yah namanya lomba pasti ada yg menang dan ada jg yg kalah....btw tulisannya informatif sekali....mari kita sama2 menciptakan iklim yg sehat, amat dan nyaman di lingkungan keluarga agar kasus yg terjadi pada perempuan dan anak2 bisa diminimalisir.....
ReplyDeleteNah... Ada temennya, nih :D
DeleteIya, Mbak, ini salah satu cara move on dari kekalahan lomba, hehe... Iya bener banget, dimulai dari rumah mudah-mudahan bisa diminimalisir bentuk2 kekerasan thd perempuan dan anak2..
memang peran ibu banyak banget y mbak...sudah seharusnya kita menghargai jasanya
ReplyDeleteBetul, Mbak. Mari kita juga belajar menjadi ibu yg baik dlm mengemban peran2 itu :)
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSaya ta ngaca dulu mbak
ReplyDeleteHehehe gak nyambung ya.
Iya, ngaca dulu. Sdh mendukung istri blm dlm mendidik anak? Hehe... Sudah kayaknya, ya :)
DeleteTeman2 sering mengatakan aku paranoid, posesif, terjebak urusan domestik. Entahlah, tapi aku memang protektif sekali dg anak2ku yg kebetulan perempuan semua. Aku selalu memilih anak dibandingkan dg kegiatan lain.
ReplyDeleteSelama itu baik utk rumah tangga dan anak2, omongan yg miring didengerin aja, Mak, gak usah dimasukin ati, hehe.. Apalagi mendidik anak perempuan konon emang harus lebih hati-hati, ya :)
Deletesepakat sm poin2 di atas mak, iya ibu memang yg memegang peranan penting dlm hal ini, olh sbb itu, aku bnr2 fokus dg si kecil mak, brusaha semaksimal mungkin utk memberikan pemhaman soal seksual dan menanamkan keberanian. smoga terhindar deh dr yg begitu2, ngeri, na'udzubillah
ReplyDeleteIya, Mak. Tugas dan peran ibu emang gak ringan. Mari kita terus belajar. Aamiin.. Semoga terhindar ya, Mak :)
DeleteJaga anak perempuan itu emang gak mudah. Aku udah gede gini ya jaga diri sendiri
ReplyDeleteIya, Jiah. Banyak godaannya. Trus anak perempuan kan mudah ngambek juga :D
Deleteaku catet mbak, aku merasa peranku beum banyak untu buah hati
ReplyDeleteSama, Mbak, saya juga terus belajar menjalankan peran2 itu. Apa yg saya tulis ini juga buat pengingat bagi diri saya sendiri :)
Delete