Mengenang enam tahun lalu. Ketika saya pertama kali menyandang gelar sebagai ibu. Pertama kali pula saya merasa gagal menjadi seorang perempuan seutuhnya. Saya tak bisa melahirkan secara normal. Saya harus menjalani operasi caesar untuk melahirkan anak pertama saya. Saya merasa gagal. Saya merasa sakit.
Kenangan itu tak akan mungkin terlupa. Di sebuah rumah sakit swasta di kota saya, saya menjalani operasi caesar. Hari Jumat pagi, tanggal 02 April 2010, saya pasrah ketika dokter dan para suster melakukan tindakan operasi untuk melahirkan anak saya. Pikiran saya berkecamuk di balik mata saya yang terpejam. Ya, Allah… Kenapa saya harus operasi? Kenapa Kau tak mengizinkan aku merasai nikmatnya kontraksi demi kontraksi yang konon begitu hebat sakitnya itu? Kenapa tak Kau izinkan aku melahirkan anakku melalui jalan yang seharusnya?? Kenapa dan kenapa… namun saya hanya bisa pasrah. Kegagalan pertama sebagai perempuan saya rasakan.
Alhamdulillah operasi berjalan lancar. Suara tangis anak saya yang begitu kencang membuat saya bahagia di tengah perasaan yang campur aduk. Sekilas saya melihat anak saya yang terlahir sehat dan tanpa cacat. Alhamdulillah. Itulah perjumpaan saya untuk pertama kalinya dengan anak saya.
Beberapa jam setelah operasi, obat bius sudah tidak lagi bekerja. Rasa sakit mulai terasa di area bekas operasi. Ternyata rasa sakit setelah operasi itu semakin menjadi, sakit yang begitu luar biasa bagi saya, hingga saya tak mampu menggerakkan badan sedikit pun. Saya pun hanya bisa terbaring lemah dan kaku di ranjang rumah sakit.
Hai, apa kabar dengan bayi saya?
Saya sangat ingin dekat dengannya, memeluknya dan mencoba memberikan ASI (Air Susu Ibu) untuk pertama kalinya. Tapi sayang, bayi saya diletakkan jauh dari ruangan saya. Dia bersama bayi-bayi lain berada di ruangan khusus perawatan bayi. Kata suster, kondisi saya masih sangat lemah, tak memungkinkan untuk memberikan ASI padanya. Jadi, saya baru boleh memberikan ASI di hari ketiga. Saya sangat kecewa. Tapi saya hanya bisa pasrah. Pikir saya dan suami waktu itu, suster dan dokter pasti lebih tahu tentang hal itu. Tentu saja, selama itu pula, bayi saya diberikan susu formula dari rumah sakit (dan waktu itu saya dan suami hanya diam saja menerima semua tindakan dari rumah sakit tersebut).
Di hari ketiga, saya baru bisa berjumpa dengan anak saya untuk kali kedua. Saya gendong dia dengan sangat canggung (karena baru pertama kali mempunyai anak), saya cium, saya peluk, lalu saya coba sodorkan ASI ke mulutnya. Si mungil itu diam saja. Bibirnya hanya bergerak sedikit-sedikit. Saya tempelkan terus payudara saya ke mulutnya. Tapi dia tak merespon dengan baik. Saya kecewa. Tapi saya tak dapat berbuat apa-apa. Hari-hari selanjutnya pun tak jauh berbeda. Anak saya hanya mau sedikit sekali minum ASI. Hingga saya diperbolehkan kembali ke rumah.
(saya tak henti menangis saat menuliskan ini).
Saat di rumah, kejadiannya juga tak berbeda. Anak saya sering menangis saat minum ASI karena keluarnya sangat sedikit. Alhasil saya harus memberikan susu formula sebagai tambahan ASI untuk mengatasi rasa hausnya dan sebagai asupan nutrisinya (seperti di rumah sakit sebelumnya). Karena ASI sulit keluar, saya pun mencoba memompanya setiap hari. Namun hasil pompa pun jauh dari kata cukup. Sehingga si kecil lebih banyak meminum susu formula daripada ASI saya. Kejadian itu berlangsung hingga kurang lebih satu atau dua bulan saja (saya lupa persisnya). Setelah itu, anak saya full mengonsumsi susu formula. Kegagalan kedua sebagai perempuan dan ibu harus saya terima.
Oiya, beberapa hari setelah operasi, atas saran dari seorang saudara, saya mengonsumsi obat herbal untuk mempercepat pemulihan luka bekas operasi. Memang hasilnya cukup bagus, rasa sakit paska operasi terbilang cepat sembuh. Pada hari ketujuh kelahiran anak saya, saya pun sudah cukup enak berjalan-jalan. Namun belakangan baru saya ketahui dari saudara dan teman-teman, bahwa ternyata obat itu berdampak pada minimnya produksi ASI. Entahlah, apakah memang benar demikian.
Dukungan Orang-orang Terdekat pada Pemberian ASI
Pada saat-saat seperti itu, bagaimana dukungan orang-orang terdekat saya berkaitan dengan pemberian ASI? Suami saya hanya medukung apa yang saya lakukan. Kami sama-sama orangtua baru, dan kami sama-sama belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang ASI dan segala seluk-beluknya. Suami sangat mendukung saat saya mengonsumsi vitamin pelancar ASI. Dia juga yang mengusahakan asupan-asupan makanan bergizi untuk saya. Karena kami saat itu masih nge-kost, dia yang sering memasakkan saya di awal kelahiran anak kami (karena kondisi saya paska operasi masih kurang fit). Namun saat saya memutuskan berhenti berusaha memberikan ASI, suami pun seiya sekata dengan saya.
Bagaimana dengan ibu saya? Beliau juga memberikan masukan agar saya mengonsumsi makanan-makanan yang dapat memperlancar ASI. Mulai dari daun katuk, sayur bayam, sayur daun pepaya, kacang-kacangan, dan lain-lain beliau rekomendasikan untuk saya. Saya pun menurut. Namun hasilnya, ASI saya tetap sedikit. Dan ketika saya memutuskan berhenti memberikan ASI, beliau juga mengiyakan saja.
Mungkin ibu dan suami saya merasa saya lebih tahu tentang ASI karena saya sudah berpendidikan tinggi, dan saya yang lebih tahu dengan kemampuan saya sendiri dalam memberikan ASI.
Teman-teman, saudara-saudara, dan tetangga pun sebatas memberikan komentar, bahwa sayang kalau anak saya tidak diberikan ASI. Waktu itu, saya hanya menganggap enteng masalah tersebut. Saya pikir, saya sudah berusaha, tapi hasilnya ASI saya tetap kurang lancar keluar. Jadi, tak ada salahnya jika saya memberikan susu formula kepada anak saya meski usianya belum genap 6 bulan. Begitu pikir saya.
(Bila mengingat ini, saya ingin sekali waktu itu ada yang memaksa saya untuk terus berusaha memberikan ASI, dengan cara apapun. Saya ingin ada yang memaksa saya untuk terus menyodorkan ASI meski anak saya menangis, meski keluarnya sedikit-sedikit. Karena sekarang saya tahu, semakin sering bayi menyusu, akan semakin banyak pula produksi ASI).
Belajar dari Pengalaman
Sungguh kenangan tentang kelahiran anak pertama saya itu begitu mencabik-cabik hati saya. Andai pengetahuan saya kala itu sudah cukup, pasti saya akan ngotot untuk minta memberikan ASI pada anak saya saat di rumah sakit. Saya pasti akan ngotot untuk memberikan kolostrum (ASI yang keluar pertama kali setelah melahirkan) untuk anak saya. Andai saya tahu, saya pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengusahakan pemberian ASI minimal hingga anak saya berusia 6 bulan. Saya pasti akan melakukan apa saja agar ASI saya keluar dengan lancar. Saya akan terus “memaksa” anak saya minum ASI meski keluarnya sedikit-sedikit, toh nanti pasti akan keluar banyak seiring seringnya saya memberikannya. Andai dan andai…
Kadang, ketika melihat wajah anak pertama saya saat ini, ribuan rasa bersalah begitu menghinggapi saya. Karena sekarang saya semakin tahu dan sadar, bahwa anak ASI mempunyai keunggulan-keunggulan tersendiri. Sedangkan dia; daya tahan tubuhnya tak begitu kuat, dia sering tantrum terutama di usia balitanya, dan kedekatannya dengan saya sebagai ibunya saya rasakan kurang lekat. Itu semua karena pengaruh ASI yang hanya saya berikan sekitar satu hingga dua bulan. Ah, andai dan andai… Maafkan ibumu ini, Nak…
Setelah akrab dengan internet, pergaulan saya semakin luas. Teman-teman saya semakin banyak khususnya teman-teman penulis. Dari aktivitas menulis pula ilmu pengetahuan saya bertambah banyak. Termasuk soal tumbuh kembang anak dan ilmu parenting lainnya. Semakin hari saya pun semakin tahu, apa dan bagaimana manfaat ASI. ASI sebagai sumber gizi pertama dan utama bagi bayi sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Manfaat ASI yang saya tahu antara lain:
- ASI adalah pembangun imunitas tubuh yang paling baik. ASI mengandung zat antibodi yang berfungsi melindungi anak dari alergi dan infeksi. Itulah mengapa anak ASI kebal terhadap penyakit. Anak pertama saya tak tahan kalau minum es terlalu banyak, bermain di tempat panas terlalu lama, atau bermain air terlalu lama. Badannya mudah terserang flu atau demam.
- ASI mengandung enzim Laktosa yang membantu melancarkan sistem pencernaan pada anak. Enzim laktosa mudah dicerna usus bayi sehingga tidak menyebabkan konstipasi.
- ASI terjamin kebersihannya karena diberikan langsung dari tubuh ibu kepada anak. Sehingga ASI lebih mudah dan praktis dalam proses pemberiannya.
- ASI mengandung lebih banyak sumber vitamin, zat besi, kalsium, dan zat-zat mineral lain yang baik untuk tubuh bayi. Zat-zat itu tidak semuanya dapat ditemukan pada susu formula.
- ASI berpengaruh terhadap sisi emosional anak. Karena melalui aktivitas menyusu, bonding antara ibu dan anak akan terjalin erat. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap emosional anak. Anak ASI biasanya lebih dekat dengan ibunya, lebih menurut, dan lain-lain.
Tapi di sisi lain, pengalaman pahit itu memberikan pelajaran berharga bagi saya. Saat mengandung anak kedua, saya sudah bertekad untuk dapat memberikan ASI eksklusif padanya, minimal 6 bulan atau hingga usianya dua tahun. Alhamdulillah, dengan tekad dan usaha yang keras, saya berhasil memberikan ASI pada anak kedua hingga usianya 2 tahun. Demikian juga pada anak ketiga (yang sekarang baru berusia satu bulan), saya berjanji pada diri saya sendiri untuk dapat memberikan ASI hingga usianya dua tahun.
Masukan Bagi Ibu untuk Pemberian ASI Eksklusif
Menengok pengalaman saya tersebut di atas, saya tidak ingin ibu-ibu yang lain juga mengalami hal yang sama dengan saya. Saya ingin semua ibu memiliki kesadaran yang baik tentang pemberian ASI eksklusif pada anak-anaknya, minimal hingga anak berusia 6 bulan. Jika di sekitar saya ada ibu-ibu yang mengalami kesulitan dalam usahanya memberikan ASI eksklusif, saya akan melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Memberi masukan kepada mereka untuk memberikan ASI eksklusif minimal hingga bayi berusia 6 bulan.
- Memberi masukan untuk mengonsumsi makanan-makanan yang bisa menambah/memperlancar produksi ASI, seperti daun katuk, daun pepaya, sayur bayam, kacang-kacangan, sayur pare, dan lain-lain.
- Memberi masukan agar mencari tempat menyusui yang nyaman. Hal ini agar ibu lebih rileks dan terhindar dari stress. Jika ibu rileks, ASI akan keluar dengan lancar, dan bayi pun akan tenang.
- Memberi masukan agar ibu sering-sering menyusui, karena semakin sering menyusui produksi ASI juga akan semakin bertambah. Saya pun saat menyusui anak kedua awalnya juga sedikit sekali keluarnya ASI, tapi karena sering disusukan, justru semakin banyak keluarnya.
- Memberikan masukan agar ibu selalu percaya diri, yakin, dan positive thinking bahwa ia bisa memberikan ASI eksklusif.
- Memberi masukan kepada ibu bekerja yang menyusui, agar jangan segan untuk memerah ASI di kantor. Jika belum ada ruang laktasi di kantor, mintalah kepada atasan agar proses perah ASI lebih nyaman.
- Menasehati mereka untuk berjuang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dengan menunjukkan manfaat-manfaat ASI. Kalau perlu dengan setengah “memaksa” jika ibu terlihat menyepelekan akan hal ini. Seperti pengalaman saya sendiri, saya menganggap enteng masalah itu karena dulu belum begitu paham betapa besarnya manfaat ASI.
- Jika mereka masih belum yakin akan hal itu, ajak mereka untuk minta bantuan dan informasi dari tenaga kesehatan profesional atau konselor laktasi.
- Memberikan masukan kepada orang-orang terdekat ibu agar selalu mensupport ibu untuk dapat memberikan ASI eksklusif.
credit |
Pekan ASI Dunia
Sejak tahun 1990, setiap tanggal 01 hingga 07 Agustus diperingati sebagai Pekan ASI Dunia. Pekas ASI sedunia bertujuan menyebarkan informasi yang benar tentang ASI dan manfaatnya, demi anak yang sehat dan cerdas. Untuk tahun 2016 ini, tema Pekan ASI Sedunia adalah: “Breastfeeding A Key to Sustainable Development”, karena menyusui adalah salah satu kunci SDGs (Sustainable Development Goals) atau Sasaran Pembangunan Berkelanjutan. SDGs adalah komitmen dari semua negara untuk mencapainya di tahun 2030.
Sedangkan tema Pekan ASI nasional tahun ini adalah: Ibu menyusui sampai 2 tahun lebih hemat, anak sehat dan cerdas, dalam rangka mewujudkan keluarga sejahtera. Dengan demikian generasi mendatang diharapkan mampu mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
Kita semua, tidak hanya ibu-ibu tetapi juga semua orang, wajib mendukung ibu menyusui, karena kita semua punya andil dalam meningkatkan kualitas SDM, generasi masa depan Indonesia. Maka dari itu semua pihak seharusnya juga memberikan perhatian dan dukungan nyata pada ibu menyusui. Bentuk dukungannya bisa seperti berikut:
- Adanya nursery room (ruang laktasi) yang layak untuk ibu baik di kantor, maupun pada fasilitas-fasilitas umum. Hal ini agar ibu bebas dan nyaman untuk menyusui sekalipun sedang beraktivitas di luar rumah.
- Memberikan cuti hamil dan melahirkan yang cukup (sesuai Pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, cuti hamil dan melahirkan adalah selama 3 (tiga) bulan). Hal ini agar ibu bisa nyaman untuk memberikan ASI di awal kelahiran bayi. Dan untuk selanjutnya jika ibu telah bekerja, dapat memberikan ASI dengan cara memerah ASI saat bekerja untuk kemudian diberikan kepada bayi saat di rumah.
- Memberikan dukungan saat ibu sedang menyusui atau memerah ASI (terutama bagi ibu bekerja). Jangan buat mereka malu atau risih ketika menyusui atau memerah ASI. Karena aktivitas menyusui memang bukanlah hal yang memalukan :). Enggak mudah, lho, berjuang dan menyeimbangkan antara memberikan ASI eksklusif dengan aktivitas bekerja di luar rumah (kantoran).
Demikianlah, pendidikan tinggi (misalnya Sarjana Strata Satu) tidak menjamin adanya kesadaran untuk memberikan ASI eksklusif. Banyak ibu yang belum paham betapa besarnya manfaat ASI meski mereka telah berpendidikan tinggi. Maka peran orang-orang yang lebih paham dan berpengalaman akan hal itu menjadi penting untuk memberikan kesadaran kepada mereka. Karena menurut pengalaman saya pribadi dan melihat kejadian-kejadian di sekitar saya, pada kenyataannya seperti itulah kondisinya. Memang, kesadaran ibu awal kesuksesan pemberian ASI eksklusif. Jika ibu telah memiliki kesadaran untuk memberikan ASI eksklusif, maka kita wajib mendukungnya. So, mari kita dukung pemberian ASI eksklusif! Minimal selama 6 bulan, atau lebih baik lagi jika sampai 2 tahun usia anak.
Tulisan ini diikutsertakan dalam
"Give Away ASI dan Segala Cerita Tentangnya"
"Give Away ASI dan Segala Cerita Tentangnya"
Mendukung pemberian ASI untuk anak-anak tercinta ya mba :)
ReplyDeleteMba Diah, nasib kita sama :( anak sy juga hanya asi 2bulan saja. rasa bersalah dan sedih selalu menyelinap dihati saat sy memandangnya. semoga ketika hamil anak ke 2 nnti sy bisa memberikan asi ekslusif pada anak saya
ReplyDeleteMba Diah betul banget ya kesabaran Ibu utk memberi ASI.. saya juga lagi masak menyusui sekarang ini :) penting di tempat bekerja, kesadaran perusahaan mnyediakan tempat yg layak utk busui
ReplyDeleteBenar ternyata pemberian ASI itu tak semudah yang kita kira ya mbak.
ReplyDeletewaktu anaka pertama, ASInya ga terlalu banyak padahal anaknya rakus. Anak yang kedua, ASI melimpah anaknya biasa aja ngASInya
ReplyDeletePengalaman yg sama pd anak pertama sy jg ini. Kok perjalanan hidup kita byk yg sama sih mba (GR) hahaha.. alhamdulillah atas semua yg terjadi ya mba..
ReplyDeleteASI membuat proses penyembuhan ibu jg lebih cepat. Alhamdulillah saat ini semakin banyak ibu yang peduli ASI :)
ReplyDeleteAsi bermanfaat ya mbak untuk perkembangan buah hati :)
ReplyDeleteRuang menyusui di tempat2 umum masih jarang sekali ditemukan😕
ReplyDeleteawal menjadi seorg ibu, memang harus mau banyak belajar, mau banyak meneyerap ilmu ttg seluk beluk kehamilan, kelahiran dan bayi ya mba...
ReplyDeleteIya, betul banget, Mbak. Kalau gak ditumbuhkan kesadarannya, sulit untuk bisa konsisten dan berupaya kuat untuk beri ASI eksklusif. Btw, baru tahu cerita tentang Mas Faiq.
ReplyDeleteSama mbak, aku anak pertama juga gak bisa langsung ngasih ASi, tapi anak yg kedua alhamdulillah bisa IMD
ReplyDeleteSetuju banget Mbak, Ibu dan calon Ibu terlebih dahulu harus sadar akan pentingnya ASI, klo emang gak niat sampai 2thn at least 6bln pertama. Tapi koq ya ada kata gak niat yah? Kan utk anak, huhuhuh. Sedih dan gemesss deh saya klo lihat Ibu2 yg masih bisa memberikan ASI ke anaknya tp lbh memilih sufor krna alasan ASInya kurang, anaknya gak cukup dgn ASI yg kluar dsb, hikkss disitu saya merasa sediiiihh :(
ReplyDeleteAlhamdulillah Faraz sampai saat ini masih ngeASI, dan 3 bln menuju 2thn semakin kesini saya jd melow, hiikss berasa gak pengen saat2 ngeASI itu dilepas :( huhuhuh. Sampai sekarang blm mikirin gimana caranya nanti mau nyapih dia :D
Peluk Mba Diah yang tidak pernah berhenti belajar.... Semoga ngaASInya lancar untuk anak ketiganya mba....
ReplyDelete