Sejak awal mengenal blog lalu membuat blog ini, tak ada tujuan lain selain ingin mengisinya dengan tulisan-tulisan hasil pemikiran saya, tanpa embel-embel apapun. Ya, karena saya hobi menulis. Mulai dari menulis suka-suka alias curhat enggak jelas, menulis cerita keseharian atau peristiwa di sekitar, atau menuliskan kembali beberapa tulisan yang pernah dimuat di media massa. Menulis di blog ini menjadi sarana refreshing bagi otak saya, dengan berbagi cerita bahagia atau bahkan uneg-uneg yang membelenggu pikiran.
Tapi kemudian isi blog menjadi lebih berkembang, saya mulai mengikuti beberapa lomba blog. Selain untuk menguji kualitas tulisan sendiri, tentu saja saya mengharapkan sebuah kemenangan. Tapi sayang, hanya sedikit sekali tulisan saya yang bisa mencuri perhatian juri kontes blog. Tapi itu semua sudah membuat saya bersyukur, sih. Bahwa saya pernah merasakan bagaimana menjadi pemenang lomba blog, meski hadiahnya belum pernah yang fantastis. Hehe.
Seiring berjalannya waktu, dengan melihat perkembangan teman-teman blogger, saya jadi tahu bahwa banyak cara mendapatkan penghasilan dari blog. Diantaranya, selain mengikuti kontes blog, ternyata blog bisa juga "dititipi" tulisan dari brand tertentu. Maka pada tanggal 2 Desember 2015 saya pun mantap menjadikan blog ini ber-Top Level Domain (TLD). Salah satu tujuannya tentu saja agar bisa lebih mudah mendapatkan job dari "titipan" tulisan para sponsor (brand).
Baca juga: (Cuma) Ganti Domain
Alhamdulillah, ternyata benar, setelah blog ini (genap sebulan) ber-TLD, job demi job mulai berdatangan. Sponsored post baik yang harus saya tulis sendiri ataupun content placement yang tinggal pasang (dengan terlebih dahulu saya edit) saya terima dari hari ke hari. Senang rasanya. Tulisan bersponsor itu saya tulis tetap dengan balutan cerita keseharian saya sebagai seorang emak, sebagai istri, sebagai anak, sebagai blogger, atau sebagai apapun senyatanya saya. Saya tetap bercerita seperti biasanya, hanya saja diselipi iklan di dalamnya.
Mengenai fee tulisan, sebagai blogger yang masih bau kencur khususnya di kancah per-job review-an (hihihi.. istilahnya 😂) saya belum berani pasang tarif tinggi. Apalagi saat pertama kali terima job, dibayar voucher belanja senilai Rp.250.000,00 saya sudah girang sekali. Saya pikir, menyenangkan sekali hobi menulis ini bisa menghasilkan uang atau materi lainnya. Hobi yang dibayar!
Dibayar Sekadarnya, Kamu Rela?
Hingga suatu saat, saya mulai terbiasa membaca opini teman-teman blogger mengenai fee tulisan. Banyak blogger senior yang bilang, jangan mau terima fee yang terlalu sedikit, fee yang enggak sesuai dengan effort. Bahkan ada yang menyebut angka: jangan mau terima job review Rp.20.000,00 (dua puluh ribu rupiah)! Itu sama sekali enggak menghargai blogger!
(ya, saya setuju, sih, dengan yang ini).
Saya kemudian merenung, bertanya pada diri sendiri:
Selama ini, apa kabar dengan hobi menulismu?
Kamu masih menulis sesukamu?
Kamu masih hepi dengan ngeblog-mu?
Apa kamu terikat sesuatu hingga kamu enggak bebas menulis?
Apa kamu merasa cukup dengan fee yang kamu terima atas job review-mu?
Apakah kamu masih merdeka dengan hobi menulismu itu?
Bla bla bla...
Baca juga: Merdeka Sebagai Blogger, Seperti Apa?
Ah, selama ini, saya memang lebih banyak bercerita tentang keseharian di blog. Bahkan banyak yang isinya curhat abis 😂. Sekalipun itu adalah job review. Saya tetap enjoy menulis. Tapi... terkadang ada pula tulisan sponsored post yang saya buat melalui effort yang lebih keras, plus pengorbanan yang lebih banyak. Dalam arti begini: tulisan itu harus memuat product knowledge yang enggak saya pahami sebelumnya, harus menyisipkan link yang saya kurang ikhlas menyetujuinya (hahaha...), dan dengan fee yang kurang sesuai pula sama effort-nya!
Lho, kenapa job itu diterima?
Alasannya klasik, sih. Saat itu saya lagi butuh uang. Saya juga berpikir enggak baik menolak rezeki. Saya juga takut sombong. Saya takut rezeki yang akan datang terhambat gara-gara menolak kesempatan kecil saat ini. Bla bla bla...
Ya, di lubuk hati yang dalam sebenarnya saya enggak rela. Tapi saya enggak kuasa menolak. Hemm... 😐😐.
Sebenarnya, saya bersedia saja dibayar sekadarnya atas hasil tulisan saya. Sekadarnya di sini maksudnya enggak sesuai sama usaha yang dikeluarkan, sekadar bisa buat beli jajan lah istilahnya. Hehe. Ya, saya bersedia tapi dengan syarat, dalam hal ini saya hanya berniat membantu pihak lain, saya suka dengan konten yang akan saya tulis, dan dengan syarat-syarat penulisan yang enggak memberatkan. Konten yang saya suka otomatis yang sesuai dengan niche blog saya ini: tentang lifestyle, parenting, family, atau dunia mom and kids. Saya bersedia dibayar sekadarnya atau dengan imbalan produk yang tak seberapa, jika klien adalah teman sendiri yang sedang membangun usahanya, atau UKM yang baru merintis usahanya. Ya, saya rela dibayar sekadarnya dengan niat untuk membantu mereka saja.
Beda lagi jika untuk urusan profesional.
Brand-brand yang besar membayar tulisan kita dalam jumlah fee yang sedikit? Tentu ini tak masuk akal. Maka kita pun berhak mengajukan fee sesuai rate card. Dengan mempertimbangkan performa blog kita seperti nilai DA/PA, jumlah pageview, dan lain-lain, kita berhak menerima bayaran yang sesuai atas hal-hal tersebut.
Saya masih minim pengalaman, sih, untuk urusan job review. Tapi sependek yang saya tahu, klien (yang baik) akan memberikan kompensasi yang sesuai, kok, atas tulisan kita. Mereka akan memberikan harga yang pantas atas tulisan kita, dengan melihat performa blog dan tulisan-tulisan kita sebelumnya tentu saja. Jadi, kita bisa menawar harga sesuai rate card kita kepada mereka :).
Menulis dengan Sepenuh Hati
Jadi intinya, kalau buat saya sendiri, hobi menulis atau ngeblog ini mau dibayar berapapun asal saya enjoy dan ikhlas dalam mengerjakannya, saya akan terima. Untuk urusan profesional, saya harus rela terlebih dahulu atas kesepakatan yang dibuat dengan klien. Bagaimana syarat-syarat penulisannya, berapa fee yang akan saya terima, dan sebagainya, harus jelas dan saya telah ikhlas menerimanya. Agar kemudian saya bisa menulis dengan tenang dan senang, dengan sepenuh hati.
Ya, meskipun menulis adalah hobi saya, tapi kalau sudah menjadi urusan profesional, saya juga menuntut kompensasi yang sesuai dengan usaha yang dikeluarkan. Eh, bukannya sudah bersyukur, tuh, mengerjakan hal yang disukai tapi bonus dapat bayaran? Hehe. Malah ada yang bilang, lho, justru karena hobi (yang dikerjakan dengan sepenuh hati) itulah, nilainya bisa jadi lebih tinggi daripada sekadar pekerjaan yang sesuai pesanan ;).
Oya, belajar dari pengalaman yang saya tulis di atas, insya Allah saya enggak akan mau lagi menerima job dalam keadaan terpaksa, enggak ikhlas di dalam hati. Saya pikir itu munafik. Dan, saya melukai hobi dan passion saya sendiri.
Hemm... seperti juga hobi-hobi lain yang dibayar, jika dibayar sekadarnya, apakah kita tetap akan mengerjakannya dengan sepenuh hati? Meski kita sangat mencintai aktivitas melukis, misalnya, tapi ketika dibayar tidak sesuai usaha yang dikeluarkan, apakah kita akan melukis dengan sepenuh jiwa? Ya, mungkin bisa jadi iya, jika lukisan itu untuk sahabat sendiri. Bahkan bisa jadi enggak perlu dibayar, bukan?
So, ada kalanya saya akan menerima job dengan fee yang harus sesuai rate card, tapi di saat lain bisa juga sekadarnya. Tergantung situasi dan kondisi. Tapi yang jelas, saya akan menulis dengan sepenuh hati. Karena menulis adalah hobi saya 😍.
Bagaimana dengan teman-teman? Sharing, yuk!
Lho, kenapa job itu diterima?
Alasannya klasik, sih. Saat itu saya lagi butuh uang. Saya juga berpikir enggak baik menolak rezeki. Saya juga takut sombong. Saya takut rezeki yang akan datang terhambat gara-gara menolak kesempatan kecil saat ini. Bla bla bla...
Ya, di lubuk hati yang dalam sebenarnya saya enggak rela. Tapi saya enggak kuasa menolak. Hemm... 😐😐.
Sebenarnya, saya bersedia saja dibayar sekadarnya atas hasil tulisan saya. Sekadarnya di sini maksudnya enggak sesuai sama usaha yang dikeluarkan, sekadar bisa buat beli jajan lah istilahnya. Hehe. Ya, saya bersedia tapi dengan syarat, dalam hal ini saya hanya berniat membantu pihak lain, saya suka dengan konten yang akan saya tulis, dan dengan syarat-syarat penulisan yang enggak memberatkan. Konten yang saya suka otomatis yang sesuai dengan niche blog saya ini: tentang lifestyle, parenting, family, atau dunia mom and kids. Saya bersedia dibayar sekadarnya atau dengan imbalan produk yang tak seberapa, jika klien adalah teman sendiri yang sedang membangun usahanya, atau UKM yang baru merintis usahanya. Ya, saya rela dibayar sekadarnya dengan niat untuk membantu mereka saja.
Gambar dari pexels.com |
Beda lagi jika untuk urusan profesional.
Brand-brand yang besar membayar tulisan kita dalam jumlah fee yang sedikit? Tentu ini tak masuk akal. Maka kita pun berhak mengajukan fee sesuai rate card. Dengan mempertimbangkan performa blog kita seperti nilai DA/PA, jumlah pageview, dan lain-lain, kita berhak menerima bayaran yang sesuai atas hal-hal tersebut.
Saya masih minim pengalaman, sih, untuk urusan job review. Tapi sependek yang saya tahu, klien (yang baik) akan memberikan kompensasi yang sesuai, kok, atas tulisan kita. Mereka akan memberikan harga yang pantas atas tulisan kita, dengan melihat performa blog dan tulisan-tulisan kita sebelumnya tentu saja. Jadi, kita bisa menawar harga sesuai rate card kita kepada mereka :).
Menulis dengan Sepenuh Hati
Jadi intinya, kalau buat saya sendiri, hobi menulis atau ngeblog ini mau dibayar berapapun asal saya enjoy dan ikhlas dalam mengerjakannya, saya akan terima. Untuk urusan profesional, saya harus rela terlebih dahulu atas kesepakatan yang dibuat dengan klien. Bagaimana syarat-syarat penulisannya, berapa fee yang akan saya terima, dan sebagainya, harus jelas dan saya telah ikhlas menerimanya. Agar kemudian saya bisa menulis dengan tenang dan senang, dengan sepenuh hati.
Ya, meskipun menulis adalah hobi saya, tapi kalau sudah menjadi urusan profesional, saya juga menuntut kompensasi yang sesuai dengan usaha yang dikeluarkan. Eh, bukannya sudah bersyukur, tuh, mengerjakan hal yang disukai tapi bonus dapat bayaran? Hehe. Malah ada yang bilang, lho, justru karena hobi (yang dikerjakan dengan sepenuh hati) itulah, nilainya bisa jadi lebih tinggi daripada sekadar pekerjaan yang sesuai pesanan ;).
Oya, belajar dari pengalaman yang saya tulis di atas, insya Allah saya enggak akan mau lagi menerima job dalam keadaan terpaksa, enggak ikhlas di dalam hati. Saya pikir itu munafik. Dan, saya melukai hobi dan passion saya sendiri.
Hemm... seperti juga hobi-hobi lain yang dibayar, jika dibayar sekadarnya, apakah kita tetap akan mengerjakannya dengan sepenuh hati? Meski kita sangat mencintai aktivitas melukis, misalnya, tapi ketika dibayar tidak sesuai usaha yang dikeluarkan, apakah kita akan melukis dengan sepenuh jiwa? Ya, mungkin bisa jadi iya, jika lukisan itu untuk sahabat sendiri. Bahkan bisa jadi enggak perlu dibayar, bukan?
Bagaimana dengan teman-teman? Sharing, yuk!
***
Tulisan ini merupakan tanggapan atas artikel yang berjudul "Hobby yang Dibayar" di web Kumpulan Emak Blogger, yang ditulis oleh mak Diah Alsa.
Aku juga girang banget pas dapet job pertama kali. Ihiiir...
ReplyDeleteBahasan kayak gitu, yang bloger dibayar rendah dan murahan hmmm nyebelin banget. Tengil banget.
Tapi aku pernah sih, nerima murahan, tapi proyekan, jadinya hasilnya cukup gede. Kalo kayak gini, inshaa Allah aku ambil
Btw, aku risih sih kalo seorang bloger, di halaman pertama blognya isinya berbayar semua. Nggak ada yang alami gitu. Tipis2 aku udah bisa nebak ini berbayar atau enggak. Cita rasa seorang bloger yang khas akan cerita personalnya kurang greget ah kalo gitu.
Setiap blogger memiliki valuenya sendiri dan itu tidak selalu diukur dengan rupiah.
ReplyDeleteMungkin seseorang justru merasa dirinya "kaya" ketika dia menerima fee 20 ribu. (Saya termasuk yg ini hehe)
Mungkin seseorang masih merasa kurang ketika dia menerima fee jutaan.
Yang penting pas menerima sebuah job dg fee tertentu dia tidak menyesali. Menerima kok komplain?? Kan lucu. Gak cocok ya tolak sejak awal. Begitu pendapat saya..
Kalo pas awal sich aku pernah terima 50 ribu, tapi sekarang 100 ajah udah enggak...
ReplyDeletesekarang sudah paham DA/PA, dofollow dan nofollow juga...
Siklus bloger kaya gitu semua kali ya. Ga tahu bisa dapat uang-tahu-coba-keterusan.
ReplyDeleteSaya juga pernah (dan masih) merasakan beberapa kali menerima tawaran pekerjaan tulis di blog. Waktu itu saya juga masuk ke yang seneng banget, terus keterusan. Tapi lama kelamaan, saya ngerasa jengah sendiri. 'Gak jujur' aja gitu.
Sekarang sih, saya udah ngambil sikap gak akan ngambil kerjaan yang bener-bener gak saya suka dari produk/jasa mereka.
Dan kalau pun ada produk yang saya suka ngasih kerjaan, saya tetap akan melihat penawaran mereka. Masuk enggak sama effort saya.
Ehm, detailnya sih sudah pernah saya tulis ya.
Intinya, sekarang saya sedang ingin fokus kembangin kualitas tulis, kalau pun sampai harus menolak pekerjaan. Gak masalah, bukan menolak rezeki sih saya pikir, tapi menolak untuk menurunkan kualitas tulis aja :-)
Kalau job nya menawarkan via email dan waku langsung, biasanya aku nego sendiri dengan bebas, dulu awal banget pernah 55rb,100rb dan 150rb, sekarang minimal 200rb, 250rb,300rb,350rb,600rb ,750rb,ada yang gak dibayar misal bantu promosi teman, tapi klo teman ngerti ada yang ngasih minimal 100rb,kalau yang gak ngerti mah cuek aja, tapi prinsipku anggep aja sedekah asal gak dimanfaatin aja heuheu, tapi ada juga yang memang untuk amal 😀
ReplyDeleteSetuju. Sepenuh hati adalah kuncinya. Dan hati saya ya yang paham saya, saya punya pertimbangan sendiri yang ngga perlu juga saya umumin biar orang lain paham dan berhenti judge tanpa tau apa-apa :)
ReplyDeletebener banget itu..
ReplyDeleteharus enjoy dan ikhlas
saya kemarin baru nolak nulis dibayar dollar
yang pertama saya kerjakan dan udah terima honornya
trus yang kedua kok saya merasa diforce
apalagi saya dituntut melengkapi tulisan dengan foto foto yang harus saya take langsung
ribet banget
apalagi ada kerjaan utama saya yg perlu perhatian'
jadilah sy cancel aja
Sampai sekarang, saya belum pernah berada di posisi dimana saya menulis dan dibayar. Pernah satu media yang nawarin aku, namun, entah kenapa karena akunya jadi kurang ikhlas. Aku tidak lanjutkan lagi dan ya, sudah tidam ada kabar apapun dari dia. Mungkin sih, ada sedikit penyesalan yang muncul dalam diri. Namun, aku lebih mencoba gali lagi apa yang aku bisa dan aku tawarkan kelak ke para pembaca. I dont want to be jack of all trades, but master of none.
ReplyDeleteLika-liku bloger ya.
ReplyDeleteSebenernya sih semua kembali ke masing-masing aja. Kalo ada yang mau dibayar murah ya silahkan. Kalo ada yang pasang tarif mahal ya sah-sah aja. Kalo ada yang isi blognya tulisan berbayar semua juga ga salah. Semua pasti punya alasan kenapa begini kenapa begitu. Yang penting tidak saling menjelek-jelekkan, misal "ih bloger murahan! ih blog nya ga organik isinya iklan doang! ih kasian ga pernah dapet job review!"
Aku..aku...
ReplyDeleteAku tipe yg mau an nih. Soalnya lg butuh duit bwt bayar sekolah. Yg penting bukan job yg berbau sara dan tmn2nya aja wes. Aku mauk. Jd yuk ah yg punya job bwt blogger boleh deh lempar ke aku. Hehe. Numpang promo ya Mbk Diah. Ahay. 😁
pertama kali sih pernah kegirangan bangga dapat job nulis gak kebayang orang yang dikira seperti aku ini di kalangan keluarga masih kuliah bisa dafat fee bukan dari ortu tapi sekarang masih menjalaniny. bukan munafik memang butuh uang sat ini tapi so psai pasti kita juga bisa memilah dan milih sesuai minat kita masing masing.
ReplyDeleteTulisannya bagus, suka deh bacanya. Kalo blog saya banyaknya review sukarela sih, nulis pk hati emg ngaruh k pageview tp saya juga girang banget klo dpt job. Bbrp pernah saya tolak karena kurang sesuai dan syarat yg memberatkan, untuk job 20k saya tolak juga karena hrs izin dulu klo ada job lain, ky tahan ijasah kan, melukai passion yg kita bangun sepenuh djiwa hha. Tfs mbaa
ReplyDeleteWah menginspirasi sekali opini dari Kakak, tapi jujur untuk aku sendiri memang memilih untuk tidak mengambil sponsored job dalam artian aku harus menulis sesuai perintah yang ingin mengiklan ke aku. Beda dengan kalo aku disuruh untuk honest review, mungkin akan aku ambil. Dan untuk masalah job tulisan sebagai content writer, aku memang mematok harga. Tapi kalo blog pribadi aku enggak, karena diblog aku gak mau terikat pada apapun :")
ReplyDeletePernah ada blogger senior bilang, yg kita lihat kecil mungkin bagi si empunya blog itu udah besar, jadi ya gak apa2, sesuai kebutuhan dapur masing2 aja. Dari situ saya jadi belajar menghargai apapun isi blog tiap orang.
ReplyDeleteDulu sempet kepikiran asik juga ya dibayar 20rb, 50rb.. Tapi begitu mulai nulis serius, wow jadi mikir, menuangkan ide melalui tulisan itu ternyata gak gampang, butuh waktu, so akhirnya aku berani patok harga di atas 100rb :)
ReplyDeleteKalo aku yang paling penting adalah harus tidak melenceng dari prinsip hidup Mba', sebesar apapun biayanya, aku milih nggak daftar. Jangan sampai nilai yang besar jadi membawa murkaNya. Kalo sudah sesuai prinsip, baru aku terima. Nominalnya masih belum jut jut sih, soalnya masih baru banget, hehe. Kadang ada juga yang aku nulis sukarela tanpa disuruh. Nice sharing Mba', semangat terus berbagi kebaikan. :)
ReplyDeleteTergantung kesepakatan aja sih kak, klo aku. Ada kalanya dikasih produk sebagai kompensasi kalau untuk UKM atau teman sendiri aku mah mau aja. Saling bantu.
ReplyDeleteTapi kalau emang dari brand yang sudah besar ya usahakan sesuai dengan effort yang kita keluarkan.
Menentukan ratecard itu juga jadi problem tersendiri mbak, kalau buatku. Takut kalau ketinggian trus ga dapet job kalau ngeliat DA/PA nya. Tapi kalau kerendahan nyesel jugak dapetnya segitu doang hihihi
ReplyDeleteSetuju, menulis kalau bukan dari hati yang terdalam atau kurang ikhlas, hasilnya juga kurang bagus. Serasa dibuat-buat.
ReplyDeleteSaya sendiri juga pilih-pilih kalau ada yang menawarkan job. Untuk materi yang tidak saya kuasai atau tidak sesuai dengan niche blog, biasanya tidak saya ambil.
Kadang ada yang bilang nolak rezeki itu gak baik, jadi kebanyakan orang menerimannya... Itu sih yang saya lihat
ReplyDeleteAku tuh baru 2x bantuin temen utk nulis sponsored post. Tapiiiii itupun hanya krn aku memang suka ama produknya mba
ReplyDeleteMau temen sendiri, kalo aku ga sreg ama produk yg mau direview, ya aku emoh. Tp skr ini aku memang udh nolak utk nulis artikel berbayar. Krn memang blogku ini bukan utk cari duit. Dr awal aku cm mau nulisin pengalaman travelingku supaya aku ga lupa. Jd kalo nulis utk artikel berbayar, agak terasa berat, kecuali aku bener2 suka ama produknya :D.
aku nulis blog ada syarat dan ketentuan berlaku aja deh, dan gak bakalan sama dengan orang lain...
ReplyDeleteMasalah tawar menawar rate card aku belajar banyak darimu mbak makasih yaa. Untuk masalah rate card aku sadar diri banget, supaya bisa dapet rate card yang nilainya sepadan paling ngga dari kitanya berusaha memantaskan diri dulu. PR ku banget nih ningkatin PV 😂
ReplyDeleteNingkatun nilai jual agar sepadan dg fee yg diingunksn *noted* tfs mbaa
ReplyDeleteYa, memang menulis dengan hati itu efeknya kita muudah menerima situasi.. Bukan hanya sekadar materi tapi esensi tulisan itu sendiri yang kelak teebayarkan dengan apapun
ReplyDeleteIyaa....
ReplyDeleteSaya juga kepikiran.
Tergantung sama yang kasih job gituu...
Tapi aku punya pengalaman menarik.
Nolak job karena gak sesuai niche kan...trus si pemberi job ini setengah maksa. Katanya bisa dilihat dari perspektif saya sebagai seorang Ibu.
Aku nya tetep keukeuh gak mau...karena menurutku bakal menodai branding blogku selama ini.
Lucu, unik dan serruu dunia blogging itu.
Alhamdulillah,
masih ada yang percaya dan mau bekerjasama dengan blog lendyagasshi dengan segala kesederhanaan dan kekurangannya.
La hawla wa laa kuwwata illa billah...
menulis dengan sepenuh hati, itu aku setuju banget. kalau soal fee, tergantung pilihan bloggernya sih. Cuma memang sering terbaca tulisan yang dipaksakan untuk 'demi' mengejar bayaran, dengan yang ditulis sepenuh hati. Aku pernah berada dalam situasi seperti itu. Sekarang aku kembalikan diriku pada tujuan semula, menulis karena hobi. Kalau ada yang mau kerjasama, monggo... Enggak juga, gak pa-apa. yang penting aku menyenangkan diri sendiri seklaigus membagi manfaat ke orang lain sesuai tujuan ngeblogku.
ReplyDeleteAku dikasih seadanya, nolak? Lihat dulu sih apa yg kita kerjakan. Kalau permintaannya byk, ini itu tp uangnya dikit, ya mikir juga. Kecuali kita memang suka
ReplyDeleteKembali ke masing2 org. Dikasih dikit terus nolak ya gak papa. Asal jgn ambil lalu kita nyir2. Lha kan gak ada yg ngewajibin nerima semua job
Kalau saya, sekarang cuma ambil job yang memang saya suka dan ikhlas nulisnya. Jadi kalo pada akhirnya ternyata bayarannya meleset yasudahlah yang penting yang saya tulis saya seneng nulisnya dan bisa mendatangkan manfaat untuk pembaca.
ReplyDeleteMemang mengesalkan klo ada yang menyepelekan pekerjaan blogger. soalnya menulis itu butuh keadaan waras maksimal, ga bisa sambil nyambi maen PS atau sambil ngobrol di kafe. Kalo blog saya sudah terkenal sih saya akan pasang tarif tinggi banget deh buat sponsored post, udah gitu yaa harus sesuai dengan passion saya dong sponsored post nya.
ReplyDeleteuntuk temen sih ya bisa kita bantu tanpa harus pake tarif, bahkan kasih gratis klo emang temen kita itu bener2 lg merintis usahanya dari awal.
terimakasih mba, artikelnya jujur banget
Dari awal buat blog (lagi) memang sudah selektif soal pilihan content (karena niche blog juga), termasuk jika ada job. Sebenernya kalau ada yang menawarkan job tapi tidak sesuai dengan "standard", saya selalu jadikan evaluasi juga, "oh berarti kualitas content di blog harus saya tingkatkan lagi", "oh berarti pilihan contentnya harus variasi/selektif lagi"dst.
ReplyDeleteEa....
ReplyDeleteJudul ini ngeri-ngeri gurinyoy mbak. Kadang memang bnyk blogger akhirnya menulis bukan karena hobby lagi. Menulis berubah jadi kewajiban karena job haha
Untuk urusan fee, Kalau aku kekadang nerima aja mbk walau fee dikit karna butuh uang, elah sedih amat hehe.
Aku nerima job berdasarkn suka atau gaknya, kalau bayaran mahal tapi bertentangan dengan hati ya ditolak juga.
Mbak terima kasih pengalaman nya. Jadi makin semangat nulis nih hehehe
ReplyDeleteAku belom pernah merasakan rasanya dapat bayaran dari job menulis. Pernah sih buat tulisan tentang sebuah usaha teman, lebih tepatnya langganan produk yang aku pakai. Bukan karena dibayar tapi karena aku puas dengan produk yang dijualnya.
ReplyDeleteTerimakasih infonya mbak, bisa menambah wawasanku sebagai blogger yang masih merah ini. 😊
Sekarang saya sedang belajar menulis dengan sepenuh hati lagi. Tak banyak pariwara. Belakangan blog saya memang banyak pariwara, makanya mulai mau coba dihelat sama postingan pribadi
ReplyDeleteSetiap orang punya opini masing-masing tentang fee untuk blog ya mbak. Kalau aku bisa dibilang cukup selektif dalam memilih JR dan memiliki rate sendiri kalau masalah ini
ReplyDeleteDulu pertama kali ngeblog ngga ada kepikiran tentang monetize sih. Hanya sekedar share segala yang saya temukan di perjalanan daya termasuk kuliner. 2 tahun terakhir baru ikutan nulis pesanan tapi tetep sesuai niche dan itu ngga gampang jadi memang harus ada harga untuk segala macam jerih payah
ReplyDeleteMenarik. Ahahaha.. Kak... Mending dibayar. Dulu2 tuh malah dateng ke event dapet makan (kalo pas jam makan siang/malem) doang. Udah gt pake deadline penulisan lagi. Gt aja dulu aku tu seneng.. Dapet ilmu nambah temen dll... E makin ke sini si setelah tahu realitanya (banyak si, tapi males dibahas di sini. Wkwkwk) aku mulai sadar, kalo temen yang minta bantuan, aku iyain mau berapapun fee nya. Tapi kalo perusahaan aku mah ogah dibayar kecil skr. Ya minimal sesuai ratecard kl g cocok mending aku curhat di blog. Itu lbh penting si menurutku soalnya bs nulis dari hati tanpa mikirin bayaran. Ya dibandingkan dibayar kecil yang berujung ngedumel dan ngeluh ke sana ke mari. Wakakakak
ReplyDeleteBahasannya seru, menurutku sehobby hobby nya kita nulis, kalo ada tawaran "jualan" tapi nominalnya ga sesuai sama effort kita sih sah sah aja kok nolak, apalagi yang pake kewajiban attending. Kadang ongkos kesananya aja berapa, mesti kepaksa ninggalin anak sementara, effort nulis. Hehe. Tapi jujur kadang aku suka males juga sih liat blog yang isinya "bersponsor smuaa" haha (lalu berkaca pada diri sendiri Ya Allah jangan sampe gue ngiklan doank kalo nulis, hiks) . Tapi ga boleh julid juga sih siapa tu dibalik orang yang ngiklan mulu emang karena dia butuh uang juga, buat beli susu dan pempers anak. Ya kaan hehe
ReplyDelete