Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)
Bagi seseorang yang mempunyai sifat introvert seperti saya, seringkali perasaan tidak percaya diri muncul. Kemudian saya akan "mengalah" untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya enggak perlu saya lakukan, hanya karena saya merasa saya bukan siapa-siapa. Saya merasa tak pantas berargumen, jadi cukup menerima saja keadaan itu. Padahal, bisa jadi hal itu akan merendahkan diri saya sendiri sekaligus tidak menghargai diri sendiri.
Saya jadi teringat satu cerita saat kuliah dulu. Saat itu kami akan mengerjakan tugas kelompok di rumah seorang teman. Karena kami berempat siang harinya bekerja semua, maka kami mengerjakannya sehabis Maghrib. Kebetulan saat itu laptop yang siap pakai untuk mengerjakan tugas hanya ada satu, yaitu milik teman saya A. Tapi A tidak bisa datang tepat waktu kerena suatu hal. Permasalahannya, jadi siapa yang akan membawa laptop tersebut?
Saya bisa sih membawanya, tapi saya naik sepeda kayuh, lho. Padahal laptopnya lumayan besar dan berat. Ada teman laki-laki saya yang naik sepeda motor, dia sebenarnya juga bisa membawakan, tapi dia enggak mau mampir ke kost A untuk mengambil laptop tersebut. Akhirnya saya yang mengalah. Saya mengayuh sepeda sendirian setelah Maghrib dengan membawa laptop tersebut. Sementara teman lelaki saya dengan enaknya melenggang bersepeda motor tanpa membawa beban apapun.
Credit from pixabay.com.
|
Hemm... salah saya sendiri, sih. Mau-maunya saya diperlakukan seperti itu. Seharusnya saya berani berargumen agar teman lelaki saya itu mau membawakan laptop tersebut. Tapi pikir saya waktu itu, "Tak apalah, buat teman-teman apa yang enggak, sih."
Itu hanya satu kejadian kecil, sih. Ada kejadian-kejadian lain di hidup saya yang seringkali jatuhnya membuat saya tidak menghargai diri sendiri. Rela mengalah untuk orang lain, merasa diri ini bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa, sehingga mau diapakan sama orang lain, ya, terima saja. Hemm... 😔
Saya sedikit menemukan kepercayaan diri setelah lebih sering menulis. Ya, menulis seperti yang sedang saya lakukan saat ini benar-benar merupakan self healing bagi jiwa saya. Saya curhat, lalu saya membacanya sendiri, lalu saya menemukan bahwa saya seharusnya begini dan begitu. Dengan menuliskan kisah-kisah masa lalu, saya menyadari bahwa banyak hal yang harus saya perbaiki. Sifat saya yang pendiam dan tertutup membuat saya jarang sekali bercerita tentang diri saya maupun kisah-kisah saya kepada orang lain. Sehingga melalui menulis semua itu bisa saya ceritakan dengan lancar.
So, dari menulis saya berusaha terus memperbaiki diri dan membangun kepercayaan diri. Dari menulis saya menemukan kelebihan-kelebihan saya disamping kelemahan-kelemahan yang ada. Saya bisa lebih menghargai diri sendiri.
So, dari menulis saya berusaha terus memperbaiki diri dan membangun kepercayaan diri. Dari menulis saya menemukan kelebihan-kelebihan saya disamping kelemahan-kelemahan yang ada. Saya bisa lebih menghargai diri sendiri.
Credit from pixabay.com.
|
Menulis memang awalnya tanpa sadar telah membantu saya menghargai diri sendiri, hingga sekarang. Namun disamping itu, menghargai diri sendiri juga tergantung dari cara saya memperbaiki diri sendiri, bukan dari mendengar pendapat orang lain. Dan, cara saya memperbaiki diri sendiri adalah dengan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Sang Pencipta; Allah subhanahu wa ta'ala.
Jika saya sudah berusaha menjadi manusia yang baik (meski saya masih jauh dari ukuran manusia yang baik) menurut aturan-aturan-Nya yang tertuang dalam firman-frman-Nya dalam Al-Qur'an maupun melalui Rasulullah Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam dalam Al-Hadits, maka saya tak perlu minder dengan orang lain. Jika saya telah berusaha menjadi pribadi yang baik, saya tak perlu lagi memikirkan pendapat orang lain tentang diri saya. Saya harus bisa menghargai diri sendiri, karena yang paling penting bagi saya adalah penilaian Allah Yang Maha Bijaksana, bukan penilaian dari manusia.
Jika saya sudah berusaha menjadi manusia yang baik (meski saya masih jauh dari ukuran manusia yang baik) menurut aturan-aturan-Nya yang tertuang dalam firman-frman-Nya dalam Al-Qur'an maupun melalui Rasulullah Muhammad shalallahu 'alaihi wassalam dalam Al-Hadits, maka saya tak perlu minder dengan orang lain. Jika saya telah berusaha menjadi pribadi yang baik, saya tak perlu lagi memikirkan pendapat orang lain tentang diri saya. Saya harus bisa menghargai diri sendiri, karena yang paling penting bagi saya adalah penilaian Allah Yang Maha Bijaksana, bukan penilaian dari manusia.
Selanjutnya, saya tak akan membiarkan diri saya diperlakukan semena-mena oleh orang lain. Karena saya percaya, saya dan kita semua diciptakan oleh-Nya dengan satu paket kelebihan dan kekurangan. Jadi tak perlu minder pada orang lain, karena kita semua sama saja; punya kelebihan dan kekurangan. Orang lain enggak berhak merendahkan diri kita, dan kita pun jangan mau direndahkan atau bahkan merendahkan diri sendiri.
Menghargai diri sendiri seperti di atas tentu sangat berbeda maknanya dengan sombong. Menghargai diri sendiri lebih mempunyai arti bersyukur, bahwa kita telah diciptakan oleh-Nya dengan berbagai kelebihan disamping tentu saja ada kekurangan-kekurangannya. Coba lihat di luar sana, masih banyak orang yang terlahir dengan fisik yang tidak sesempurna kita, nasib hidup yang tidak seberuntung kita, dan sebagainya. Maka menghargai diri sendiri sama dengan menghargai Allah Sang Maha Pencipta.
So, diinget-inget, deh, saya enggak akan lagi bilang, "Saya sih cuma remahan rengginang...." hahaha. Bikin kalimat lain, ah, yang lebih menghargai diri sendiri, lebih mensyukuri hidup 😊.
Menghargai diri sendiri seperti di atas tentu sangat berbeda maknanya dengan sombong. Menghargai diri sendiri lebih mempunyai arti bersyukur, bahwa kita telah diciptakan oleh-Nya dengan berbagai kelebihan disamping tentu saja ada kekurangan-kekurangannya. Coba lihat di luar sana, masih banyak orang yang terlahir dengan fisik yang tidak sesempurna kita, nasib hidup yang tidak seberuntung kita, dan sebagainya. Maka menghargai diri sendiri sama dengan menghargai Allah Sang Maha Pencipta.
So, diinget-inget, deh, saya enggak akan lagi bilang, "Saya sih cuma remahan rengginang...." hahaha. Bikin kalimat lain, ah, yang lebih menghargai diri sendiri, lebih mensyukuri hidup 😊.
Ah, baca ini jadi merenung. Bahwa seringkali saya juga masih terjebak pada penilaian orang. Mau begini takut dibilang ini itu. Ujung-ujungnya nggak pede dan ngerasa inferior. Pun dalam menulis, jadi bergeser yang tadinya buat self healing, buat me time, terus malah kebanyakan mikir nanti ada yang suka apa nggak ya.. *Laaahh TT
ReplyDeletePadahal fokus saja sebenarnya ya Mba, dan bener, jadikan Allah dan Rasulnya sebagai sebaik-baiknya tolak ukur.
Makasih udah nulis ini :)