Tema ODOP (One Day One Post) kali ini lumayan berat bahasannya buat saya, yaitu tentang daerah perbatasan Indonesia. Saya memang pernah membaca beberapa cerita tentang daerah perbatasan Indonesia dengan negara lain, seperti daerah-daerah yang berbatasan dengan negara Malaysia, dengan Thailand, dengan Timor Leste, atau dengan Papua Nugini. Tapi boro-boro saya pernah menginjakkan kaki di daerah-daerah itu, biasanya saya hanya membacanya sekilas, entah itu di koran, internet, atau di buku novel.
Salah satu daerah perbatasan yang saya ketahui (baca) adalah daerah perbatasan Indonesia-Malaysia yang berada di Kalimantan Barat. Daerah-daerah di provinsi ini berbatasan langsung (di darat) dengan wilayah Serawak Malaysia Timur. Saya sedih sekali ketika membaca ulang tentang kondisi daerah dan masyarakat di perbatasan Indonesia-Malaysia itu.
Indonesia (hijau) dan Malaysia (kuning). Sumber gambar: id.wikipedia.org. |
Bagaimana tidak? Keadaan wilayah di daerah itu dari segi politik, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, hingga nasionalisme warganya cenderung lebih memihak ke Malaysia. Hal ini disebabkan kondisi geografis dan topografi di wilayah itu masih terisolir, seperti terbatasnya sarana jalan, transportasi darat, sungai, dan kondisi lainnya ke wilayah Indonesia. Sehingga penduduk lebih memilih melakukan aktivitas keseharian ke Serawak, Malaysia.
Penduduk lebih mudah berdagang, bersekolah, atau melakukan aktivitas sosial ekonomi lain ke Serawak karena akses jalannya lebih mudah. Selain itu ternyata harga kebutuhan pokok di Indonesia lebih mahal daripada di Malaysia, pasokan listrik lebih banyak disediakan oleh Malaysia, dan lain-lain. Pada intinya ada ketimpangan infrastruktur yang terjadi di daerah ini. Dan ironisnya, Malaysia justru yang mendominasi.
Maka enggak heran jika penduduknya lebih memilih beraktivitas sosial ekonomi ke Serawak. Bahkan sebagian masyarakat di sana lebih tahu tentang pemerintahan Malaysia daripada pemerintahan Indonesia. Menyedihkan sekali, hingga masalah nasionalisme seperti ini "tergadaikan".
Maka enggak heran jika penduduknya lebih memilih beraktivitas sosial ekonomi ke Serawak. Bahkan sebagian masyarakat di sana lebih tahu tentang pemerintahan Malaysia daripada pemerintahan Indonesia. Menyedihkan sekali, hingga masalah nasionalisme seperti ini "tergadaikan".
Tugu atau patok sebagai pembatas Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan Barat. Sumber gambar: wisatapontianak.com. |
Membaca kondisi di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan yang sedemikian menyedihkan itu, saya jadi ingin sekali mengetahui secara langsung daerah perbatasan di wilayah ini. Saya ingin melihat sendiri daerahnya, ingin ngobrol-ngobrol dengan penduduk di sana, apa benar seperti itu keadaannya?
Jika benar demikian keadaannya, mengapa pemerintah Indonesia selama ini tidak melakukan pemerataan pembangunan hingga ke sana? Apakah kita tidak takut daerah ini akan dikuasai oleh Malaysia secara perlahan-lahan? Apakah harus menunggu hingga ada lagi konflik yang memanas seperti konflik Ambalat di tahun 2005 lalu sebelum melakukan perbaikan-perbaikan di sana?
Jika benar demikian keadaannya, mengapa pemerintah Indonesia selama ini tidak melakukan pemerataan pembangunan hingga ke sana? Apakah kita tidak takut daerah ini akan dikuasai oleh Malaysia secara perlahan-lahan? Apakah harus menunggu hingga ada lagi konflik yang memanas seperti konflik Ambalat di tahun 2005 lalu sebelum melakukan perbaikan-perbaikan di sana?
Saya ingin sekali menuliskan kondisi terkini tentang wilayah itu di blog ini. Saya ingin menuliskannya bersama teman-teman blogger lainnya, untuk memberikan awareness kepada masyarakat dan pemerintah Indonesia tentang hal ini. Bagaimanapun, sebagai warga negara Indonesia kita merasa sedih jika wilayah di negeri ini ada yang terdiskriminasi, bukan? Apalagi jika dibarengi dengan melunturnya sikap nasionalisme warganya di sana.
Kita semua tentu ingin memberikan penyadaran kepada saudara-saudara kita di sana, bahwa sikap nasionalisme itu penting. Kita terlahir di Indonesia, maka seharusnya kita juga bangga berbangsa Indonesia. Dan, kebanggan itu akan muncul salah satunya jika kita diperlakukan secara adil sebagai warga negara. Maka kita sebagai warga negara Indonesia yang baik harus turut membantu pemerintah dalam memajukan wilayah terdiskriminasi seperti di daerah perbatasan di Kalimantan Barat ini.
Kita bisa melakukan perbaikan-perbaikan itu di sana, jika kita mau bekerja bersama-sama. Jangan biarkan negara tetangga merebut wilayah Indonesia ke pangkuan mereka.
Kita semua tentu ingin memberikan penyadaran kepada saudara-saudara kita di sana, bahwa sikap nasionalisme itu penting. Kita terlahir di Indonesia, maka seharusnya kita juga bangga berbangsa Indonesia. Dan, kebanggan itu akan muncul salah satunya jika kita diperlakukan secara adil sebagai warga negara. Maka kita sebagai warga negara Indonesia yang baik harus turut membantu pemerintah dalam memajukan wilayah terdiskriminasi seperti di daerah perbatasan di Kalimantan Barat ini.
Kita bisa melakukan perbaikan-perbaikan itu di sana, jika kita mau bekerja bersama-sama. Jangan biarkan negara tetangga merebut wilayah Indonesia ke pangkuan mereka.
Referensi:
- https://shanteukie.wordpress.com/2011/04/20/mempertanyakan-kembali-nasionalisme-masyarakat-di-kalimantan-barat-perbatasan-ri-%E2%80%93-malaysia/
- http://wisatapontianak.com/perbatasan-negara-indonesia-dan-malaysia/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Perbatasan_Indonesia%E2%80%93Malaysia
Bunda pengen banget deh (menghayal) ke perbatasan negara Indonesia dan Malaysia. Bangga sebagai bangsa Indonesia memiliki Pos Batas Lintas Negara seperti yang kita foto-fotonya di Youtube dans media televisi.
ReplyDeleteSementara ini kita hanya harus ikut prihatin aja dulu, karena Pemerintah yang sekarang, kan sedang menggalakkan pemerataan untuk mereka yang hidupnya terisolir. Bunda jadi ingin baca lebih tentang daerah perbatasan ini.
ReplyDeleteBunda juga sebagai topik postingan adalah wilayah perbatasan yang sama dengan postingan ini. Tapi gak sebagus ini kontennya, hiks... Sangat singkat sekali. Mudah-mudahan bisa nularin ke bunda caranya menulis. Aamiin.
ReplyDelete