"Masya Allah.. dia benar-benar memahami dan mengaplikasikan konsep terima kasih."
"Hemm.. pemikirannya filosofis banget nih anak. Sebaiknya memang seperti itu sih memaknai pendidikan, juga hidup. Keren."
Begitulah gumaman saya ketika menyimak sepenggal cerita hidup yang dituturkan Abdul Choliq, co-founder dan CEO start up "Sayuran Pagi", yang disampaikannya pada sebuah webinar tentang Green Jobs.
Usia boleh lebih tua, tapi kadang, bahkan seringkali, kita yang lebih tua harus mengakui bahwa ada anak-anak muda yang menjadi "guru" kita. Kita mendapatkan pelajaran dari pemikiran-pemikiran yang mereka bagikan, sikap mereka, keputusan-keputusan yang mereka ambil, ilmu yang mereka bagikan, etika yang mereka tunjukkan, dan sebagainya.
Ada banyak pelajaran hidup maupun ilmu-ilmu praktis yang selama ini telah saya dapatkan dari orang-orang yang usianya lebih muda dari saya. Pelajaran-pelajaran itu saya dapatkan mulai dari berinteraksi langsung dengan mereka, mengikuti kiprah mereka di dunia maya, menyimak pemikiran-pemikiran mereka melalui webinar atau workshop, dan sebagainya.
Profil Abdul Choliq.
Nah, kali ini saya mengambil pelajaran dari cerita yang disampaikan oleh Abdul Choliq, anak muda yang merupakan salah satu pendiri start up Sayuran Pagi (start up yang menghasilkan sayuran segar setiap hari). Pemuda kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah, tahun 1992 ini menurut saya mempunyai beberapa pemikiran yang bagus untuk diadopsi oleh kita semua.
Bagaimana Konsep Terima Kasih itu?
Dalam tulisan ini tentu saja saya tak hendak membagikan soal apa itu Sayuran Pagi dan seluk-beluknya. Namun soal apa yang melatarbelakangi usaha Choliq pada Sayuran Pagi dan yang lainnya.
Choliq bercerita, bahwa sejak SMP dirinya telah keluar dari rumah untuk menuntut ilmu yang lebih baik. Orang tuanya yang kedua-duanya merupakan petani saat itu tak cukup mampu untuk menyekolahkannya. Lalu ada orang baik yang menyediakan sandang pangan papan untuknya, sekaligus menyekolahkannya.
Saat SMU juga ada lagi orang baik yang lain. Begitu pula saat dia kuliah. Salah satu dosennya bersedia membayar biaya kuliahnya hingga selesai karena mengetahui bagaimana Choliq bekerja keras untuk mendapatkan biaya kuliah. Sang dosen merasa lebih baik bersedekah pada mahasiswanya, karena tujuan sedekahnya sudah jelas dan bermanfaat (untuk menuntut ilmu).
Kebaikan-kebaikan yang diterima Choliq selama menuntut ilmu membuatnya merasa harus melakukan sesuatu sebagai wujud rasa terima kasihnya. Sebagai seorang yang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren (santri), dia sudah akrab dengan konsep-konsep kebaikan, termasuk pemikiran Gus Dur rahimahullah tentang konsep terima kasih.
Bahwasanya, bentuk terima kasih itu tak hanya sekadar "kembang lambe" (bahasa Jawa: kembang lambe = bunga bibir, artinya hanya diucapkan di mulut). Jangan hanya mengucapkan "terima kasih" kepada mereka yang menolong kita, namun lebih dari itu, seharusnya mengalirkan kembali rasa terima kasih itu dalam bentuk lain, kepada orang lain.
Ya, kalau ditelaah kembali, konsep terima kasih ini sama seperti konsep syukur (kepada Tuhan), ya? Jika kita menyatakan bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta'ala, maka seharusnya kita mewujudkannya melalui amalan-amalan baik yang disukai-Nya. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Bersyukur bukanlah hanya cukup mengucap "alhamdulillah" lalu sudah selesai. Tetapi bentuk dari syukur itu adalah melakukan kebaikan-kebaikan untuk "membalas" kenikmatan yang diberikan-Nya. Demikian juga halnya dengan terima kasih. Jika syukur adalah berterima kasih kepada Allah subhanahu wa ta'ala, maka terima kasih adalah rasa syukur kepada pihak lain yang menolong kita. Syukur dan terima kasih harus diwujudkan, bukan sekadar diucapkan.
Begitulah, Choliq menciptakan start up sebagai bentuk rasa terima kasihnya kepada pihak-pihak yang menolongnya selama ini. Maka dia menolong orang-orang lain melalui apa yang diciptakannya. Sebelum membuat start up, dia juga membantu beberapa orang untuk kuliah. Dia melakukan semua itu dengan cukup berpedoman pada kalimat, "Ketika ada kemauan, pasti ada jalan". Dan alhamdulillah dia bisa mewujudkannya. Luar biasa, ya?
Demikianlah ilmu kehidupan yang saya dapatkan dari seorang anak muda bernama Abdul Choliq. Meskipun sebenarnya konsep terima kasih itu berasal dari pemikiran Gus Dur rahimahullah, namun saya baru mengetahuinya dari cerita hidup Choliq. Menyimak penuturannya, saya diingatkan kembali untuk membenahi konsep terima kasih yang selama ini kadang masih salah.
Karena seringkali, ketika orang lain melakukan kebaikan pada saya, saya hanya mengucapkan "terima kasih" lalu sudah. Jarang sekali saya membalas kebaikan orang lain sebagai perwujudan kata terima kasih tersebut. Ya, jarang sekali.
Konsep terima kasih ini tentu akan saya sampaikan kepada anak-anak saya. Agar mereka juga menjadi orang-orang yang pandai berterima kasih, yang pandai bersyukur atas segala nikmat dari Allah Sang Maha. Karena saya yakin, apabila kita bersyukur maka Dia akan menambahkan nikmat-Nya (QS. Ibrahim: 7). Apabila kita mewujudkan ucapan terima kasih, maka akan semakin banyak orang lain yang akan menyayangi kita.
Sementara itu, bagi saya, tidak masalah untuk belajar dari yang muda. Tak perlu malu untuk mengakuinya. Karena faktanya, ilmu itu sangat luas dan kita tak mungkin dapat menguasai semuanya. Jadi, kita harus terbuka menerima tambahan ilmu dari siapa saja. Ilmu-ilmu yang terlihat sepele namun sesungguhnya sangat berharga, bisa kita dapatkan dari mana saja, termasuk anak-anak muda bahkan anak kecil. Ya, anak-anak kita yang masih kecil pun seringkali memberikan pelajaran hidup bagi kita, tanpa disengaja.
Maka kepada mereka yang lebih muda dari kita, tak pantas kita meremehkannya. Yang muda harus kita sayangi dan hargai, karena tak selamanya yang muda itu lebih lemah dan lebih sedikit ilmunya dari kita.
Rasullullah Muhammad shalallahu 'alaihi wassallam pun pernah bersabda:
“Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi yang lebih muda, atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. At-Tirmidzi no. 1842 dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu).
Demikianlah, temans, sedikit sharing saya mengenai konsep terima kasih yang saya dapatkan dari anak muda bernama Abdul Choliq. Semoga catatan ringan di pertengahan bulan Ramadan 1442 Hijriyah (iya, hari ini tanggal 15 Ramadan, alhamdulillah) ini bermanfaat, ya 😊
*Oh ya, buat yang penasaran cerita lengkap dari Abdul Choliq, bisa simak di sini, nih (mulai menit ke-43, ya):
Terima kasih sudah berkunjung :) Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan. Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.
MasyaALLAH tabarokALLAH, keren ya kalo anak muda punya jiwa seperti doi.
ReplyDeleteSemangaatt buat kita semua!