Kemarin saya sempat marah sama suami. Gara-garanya, suami bikin tempat jemuran baju lagi di tanah kosong sebelah rumah, lalu mengangkut beberapa baju yang habis saya cuci ke sana. Baju-baju memel (setengah kering karena habis dikeringkan di mesin cuci) itu lalu dijemurnya di sana.
Maksud suami, tempat jemuran yang baru ini lebih panas, lebih banyak terkena sinar matahari. Jadi menurutnya, di musim hujan sekarang jemuran akan lekas kering di tempat baru itu. Tapi menurut saya lain. Saya yang tiap hari mengurusi jemuran baju, merasa tempat jemuran yang sekarang sudah cukup panas. Lalu mengapa baju-baju itu enggak lekas kering? Ya, karena sekarang hampir tiap hari mendung bahkan hujan. Mau dijemur di sini atau di sana ya sama saja, enggak lekas kering.
Ini lain cerita.
Dulu, sejak kecil hingga remaja bahkan waktu saya sudah menikah namun masih tinggal seatap dengan ibu, saya kerap tak sependapat juga soal per-jemuran ini (namun saya tak pernah berdebat, saya simpan di dalam hati saja). Ibu - saya bilang cukup ekstrem untuk urusan jemuran. Hahaha. Gimana enggak, beliau tuh sukanya cari tempat yang lebih panas supaya jemurannya lekas kering, padahal sudah ada tempat yang disediakan untuk menjemur.
Bapak sudah membuatkan beberapa tali jemuran, panjang-panjang dan kuat, dan sudah sangat cukup untuk menjemur. Tapi, ibu suka mencantolkan baju-baju yang digantung di hanger baju di cabang-cabang pohon yang ada di dekat jemuran. Supaya apa? Supaya lebih terkena panas matahari dan cepat kering! Kebayang enggak, sih, baju-baju pada bergelantungan di pohon? Huahaha. Untung di belakang rumah, enggak ada yang lihat kecuali lagi main ke rumah 😂
Pernah juga ibu dibuatkan alat jemuran portabel sama bapak yang layaknya MacGyver itu 😜. Waktu itu rumah kami di perumahan, jadi jemur bajunya di luar pagar. Nah, kalau agak siang, ibu menggeser jemuran itu ke seberang jalan (iya, jemurannya dikasih roda agar mudah digeser). Biar apa? Ya, biar lekas kering! Padahal, biasanya saya menyembunyikan jemuran pakaian dalam di sisi yang tak terlihat dari jalan. Lah, ibu menggeser jemuran itu tanpa membaliknya. Alhasil, pakaian dalam terpampang nyata di pinggir jalan 😣. Kalau saya tahu, langsung saya balik jemurannya, atau saya ambil pakaian-pakaian dalam itu. Hahaha.
Bapak sudah membuatkan beberapa tali jemuran, panjang-panjang dan kuat, dan sudah sangat cukup untuk menjemur. Tapi, ibu suka mencantolkan baju-baju yang digantung di hanger baju di cabang-cabang pohon yang ada di dekat jemuran. Supaya apa? Supaya lebih terkena panas matahari dan cepat kering! Kebayang enggak, sih, baju-baju pada bergelantungan di pohon? Huahaha. Untung di belakang rumah, enggak ada yang lihat kecuali lagi main ke rumah 😂
Pernah juga ibu dibuatkan alat jemuran portabel sama bapak yang layaknya MacGyver itu 😜. Waktu itu rumah kami di perumahan, jadi jemur bajunya di luar pagar. Nah, kalau agak siang, ibu menggeser jemuran itu ke seberang jalan (iya, jemurannya dikasih roda agar mudah digeser). Biar apa? Ya, biar lekas kering! Padahal, biasanya saya menyembunyikan jemuran pakaian dalam di sisi yang tak terlihat dari jalan. Lah, ibu menggeser jemuran itu tanpa membaliknya. Alhasil, pakaian dalam terpampang nyata di pinggir jalan 😣. Kalau saya tahu, langsung saya balik jemurannya, atau saya ambil pakaian-pakaian dalam itu. Hahaha.
Mungkin pengalaman bertahun-tahun bersama ibu soal per-jemuran itu yang membuat saya merasa muak di dalam hati, lalu efeknya menimpa pada suami. Ketika sekarang saya bebas punya jemuran sendiri, saya bebas mengatur jemuran saya. Saya sudah merasa cukup dengan menjemur baju di belakang rumah yang cukup panas. Apalagi jemuran itu sudah dikeringkan di mesin cuci, jadi tak perlu lama-lama dijemur saat matahari muncul.
Dan ketika suami "mengusik" kenyamanan saya, saya jadi marah. Karena, sejak dulu, di dalam hati saya merasa cukup dengan menjemur di tempatnya, yang sejak awal dibuat sudah dipikirkan bahwa tempat itu cocok untuk menjemur pakaian. Tak perlu lah neko-neko cari tempat yang tak semestinya hanya demi agar cucian lekas kering 😖
Baca juga: Menjadi Manusia Sederhana nan Bahagia.
Secukupnya Saja...
Merasa cukup. Sebenarnya, ini sikap yang sejak dulu tertanam di hati saya. Entah karena latar belakang kehidupan saya yang pas-pasan sejak kecil atau bagaimana, yang jelas sejak dulu hingga sekarang saya bukanlah orang yang ambisius. Bukan soal urusan per-jemuran saja (hahaha...), namun juga soal cita-cita, ekonomi, pendidikan, pekerjaan, yah.. mungkin hampir semuanya.
Jadi enggak heran juga jika kehidupan saya segini-segini saja dari dulu. Haha.
Demikian juga soal blogging. Sesuatu yang saya geluti saat ini karena saya merasa passion saya di sini. Saya, tuh, seringkali mupeng dengan pencapaian teman-teman bloger. Diantara mereka banyak yang menang lomba blog, banyak menerima job blog, banyak pula yang ternak blog, dan pencapaian-pencapaian lainnya. Kadang saya bertanya dalam hati, "Kamu kapan?"
Tapi kemudian saya tersadar, saat ini saya memang belum mampu melakukan seperti mereka. Ikut lomba blog dengan menyajikan data-data lengkap dan foto-foto serta infografis yang super manarik? Wah, berat buat saya. Mau mengusahakan semua peluang job blog? Bisa sih usaha melamarnya, tapi ketika banyak job berdatangan, saya sering kewalahan. Makanya saat ini saya tak mengisi semua formulir pendaftaran job blog atau menerima semua tawaran job, karena saya tahu kemampuan diri sendiri.
Apalagi soal ternak blog. Wah, punya dua blog saja, satunya sudah lama tak terurus. Bagaimana mau punya lebih dari dua atau bahkan puluhan blog? Jauh sekali dari bayangan saya saat ini.
Soal kemampuan diri, sekarang ini sepertinya fisik saya mulai menurun staminanya. Yah, mungkin karena faktor "U" alias usia, atau, entahlah. Hiks. Apakah saya kurang olahraga? Atau pola makan saya yang kurang bagus? Saya mudah capai hanya setelah antar jemput anak-anak sekolah, misalnya. Atau, setelah memasak di pagi hari, saya juga merasa kecapekan. Lalu akibatnya, waktu untuk menulis atau ngeblog jadi hangus karena saya pakai untuk beristirahat. Kadang saya merasa butuh vitamin c 1000 untuk menjaga stamina tubuh.
Namun kadang saya juga tak bisa tidur kalau sudah terlanjur terjaga untuk menulis di malam hari. Ketika sudah keasyikan menulis, mata rasanya enteng saja. Tapi akibatnya terasa besok paginya, rasanya kepala jadi agak berat dan badan agak pegal-pegal. Di saat seperti itu saya merasa butuh obat tidur yang tak berefek buruk pada kesehatan. Setahu saya ada, sih, yang seperti itu.
Akhirnya, kembali lagi pada sikap yang telah melekat pada diri saya sejak kecil dulu. Secukupnya saja saya ngeblog. Ambil job yang secukupnya saja, yang sekiranya saya mampu mengerjakannya dengan baik. Tak perlu silau dengan banyaknya job yang diterima teman-teman bloger, karena saya tahu, jika saya yang menerimanya mungkin saya juga tak mampu mengerjakannya. Tak perlu mupeng lagi dengan teman-teman yang punya banyak blog, karena untuk saat ini saya memang belum mampu seperti mereka.
Akhirnya, kembali lagi pada sikap yang telah melekat pada diri saya sejak kecil dulu. Secukupnya saja saya ngeblog. Ambil job yang secukupnya saja, yang sekiranya saya mampu mengerjakannya dengan baik. Tak perlu silau dengan banyaknya job yang diterima teman-teman bloger, karena saya tahu, jika saya yang menerimanya mungkin saya juga tak mampu mengerjakannya. Tak perlu mupeng lagi dengan teman-teman yang punya banyak blog, karena untuk saat ini saya memang belum mampu seperti mereka.
Baca juga: Ketika Hobi Ngeblogmu Dibayar Sekadarnya, Kamu Rela?
Yah, memang sikap "secukupnya saja" ini kadang menghambat cita-cita atau bahkan ambisi. Namun bagi saya, setidaknya hingga saat ini, sikap ini mampu memberikan ketenangan pada hati dan pikiran. Ups, tapi, bukan berarti saya akan menerima job blog dengan nilai fee atau kompensasi lain yang secukupnya saja, ya. Haha. Secukupnya itu juga relatif, sih. Dan tentu saja, besarnya fee job blog juga disesuaikan dengan value yang dipunyai oleh blog ini 😊
Yah, memang sikap "secukupnya saja" ini kadang menghambat cita-cita atau bahkan ambisi. Namun bagi saya, setidaknya hingga saat ini, sikap ini mampu memberikan ketenangan pada hati dan pikiran. Ups, tapi, bukan berarti saya akan menerima job blog dengan nilai fee atau kompensasi lain yang secukupnya saja, ya. Haha. Secukupnya itu juga relatif, sih. Dan tentu saja, besarnya fee job blog juga disesuaikan dengan value yang dipunyai oleh blog ini 😊
Happy blogging, temans!
Padahal kalau mamel itu sudah mudah kering lo mbak, tinggal angin agin saja sebenere dah cukup. Klo musing huja gini sering manfaatin pengering dari mesin cuci.
ReplyDeleteKayaknya yang berternak blog itu artikelnya beli mbak. Kayaknya se whwkwkwkkw
Iya setahu aku yang ternak blog emang banyak yang beli artikel. Soalnya kalau nulis sendiri ya pegelll.. wong blog e buanyak dan artikel kudu update terus :)
DeleteEh maksudku aku (saat ini) gak suka beli artikel. Kalau punya blog ya mauku kutulis sendiri artikel-artikel di dalamnya. Trus kalaupun misalnya beli, kayaknya ya gak semudah itu punya blog banyak. Soalnya perlu dirawat juga biar tetep bagus. Dan itu juga butuh waktu tenaga dan pikiran :)
DeleteKisah marah krn jemuran mbak diusik sama suami itu masuknya jadi inner child yg terluka ga sih mbak? Aq dlu soalnya gitu, bisa murka kalau rumah berantakan, termasuk peralatan mandi di kamar mandi yg habis dipakai suami ga dibalikin ke tempatnya. Tapi setelah healing, malah skrg aq santui aja. Pernah berantakan juga stlh mandi ga balikin barang ke tempatnya. Itu aneh, kayak bukan diriku yg dulu, yg saat kecil pernah dimarahin ibuku karena ga beresin mainan dan rumah jadi berantakan.
ReplyDeleteMungkin juga, Mbak Dian.. entahlah.. kayaknya banyak inner child-ku yang terluka :D
DeleteHorraayyy aku onok boloneeee
ReplyDeleteMemang mba, makin ke sini cuapeeekk kalo kudu ngikuti standar blog tuh harus gini, harus gitu yadda yadda blablabla.
Wis... QONA'AH wae lahh. Buatku, mau duit/rezeki banyak atau sedikit, yg penting BERKAH nya.
Sukaaakk bgt ama curcolan ini mba
Soal jemuran aja bisa seekstrim itu ya. Alhamdulillah orang rumah sih santuy. Jemur ya di tempat jemuran yang sudah ada, gak geser atau lainnya ke tempat lebih panas karena ya bakal sama saja. Dan setuju banget soal secukupnya. Pernah sih iri, tapi ya balik lagi ke hati. Ternyata segitu cukup buat kita
ReplyDeleteMemang ilmu secukupnya ini berguna banget ya mbak dalam bidang apa pun, khususnya sebagai blogger.
ReplyDeleteAku juga sempat merasa kayak gitu mbak cape sendiri kalo ngikutin standar orang lain
beberapa tahun terakhir ini, diriku mulai membatasi diri dengan kata terlalu lelah mbak. Mengukur kemampuan badan plus pekerjaan lain dengan kerjaan dunia digital. yang deadline mepet mulai dijauhi, lomba blog ngga pernah ikut lagi. Pokoknya di umur segini menikmati hidup deh hahahaha
ReplyDeletewah saya dapat bendahara kata baru lagi ini mamel, terima kasih artikelnya yang menarik ini
ReplyDeleteLebih baik memang seckupnya. Ini membuat kita lebih menikmati hidup, tidak ngoyo, dan yang jelas hidup kita jadi lebih tenang.
ReplyDeleteBanyak hal yang saya cukupkan, meski itu berarti tidak "terlihat".
Kalau aku kayaknya tipe yang di tengah-tengah aja deh. Dalam beberapa hal hanya butuh yang secukupnya, tapi di hal-hal lain bisa sangat ambisius mengejarnya hehehe yang paling penting harus kenal sama diri sendiri dan kapasitasnya dulu di awal ya.
ReplyDeleteJadi ingat sama lagunya Hindia, Secukupnya.
ReplyDeleteSegala sesuatunya kalau memang berlebihan memang tidak baik, secukupnya itu sudah jauh lebih dari cukup.
Saya juga termasuk tipe orang yang apa-apa secukupnya, karena saya paham apapun yang berlebihan itu tidak baik.
Wkwkw urusan jemuran ini, aku kalau ada mesin cuci pokok ada pengering jemur mana di ruang tertutup aja dibiarin seharian semalaman, soale aku gk suka jemur di tempat yg kelihatan org, msh inget kan pas obrolan "sempak" wkwkwkwkwk
ReplyDeleteSoal pencapaian lomba, job blog dll, aku malah sekarang gak ada ambisi dan target hihi, soalnya kyk gk ada habis2nya. Biasanya aku coba berkata pada diri sendiri: masih konsisten ngeblog + dapat satu dua job sebulan ada juga udah gud banget, wes bismillah kalau rezeki tak ke mana hehehe
Perkara jemuran urusan bisa jadi runyam ya mbak hehe.. menurutku juga ngga apa2 secukupnya yang penting tetet bersyukur ya.. semangatss
ReplyDeleteDitutup dengan manis sama kak DK, bahwa secukupnya itu relatif.
ReplyDeleteSetuju banget sih.. Dan urusan jemuran, aku juga termasuk yang malas mentelengi jemuran meluluk. Jadi prefer secukupnya saja.
Suka gak suka, ya...disitu jemurnya, yang ada atapnya.
Soalnya pernah nih...aku jemur di luar agar lekas kering itu tadi. Mendadak ada urusan dan kudu keluar rumah. Eeeh...hujan.
Sedihku bukan main. Mending seada-adanya dan secukup cukupnya saja.
Semoga Allah paringi rejeki yang pas. Pas butuh, pas ada.
MashaAllah~
Tabarakallahu.
Hmm.. ngomongjn tentanģ jemuran aku sendiri jemur di depan rumah sih dengan lahan yang terbatas gitu dan minim sinar matahari namun ya bersyukur aja hehe sing penting pakaian kering.
ReplyDeleteUrusan jemuran ini sempet jadi kepusingan waktu awal ngelahirin adik twins, yang mana cucian popoknya jadi numpuk sangat. Sampe harus nambah jemuran bentuk lingkaran itu.
ReplyDeleteSelama ada mesin cuci yang bisa ngeringin, segala musim pun ngga masalah. Malah orang Amrik itu ngga ad acara jemur pakaian. Orang Asia aja yang kerajinan. Wkwk.
Menurutku mba Diah itu semangat ngeblognya Oke banget lho!
Ngga mudah ngurusin 4 anak daring sambil terus update blog, urusin rumah tangga, dsb.
Kurang piknik juga bikin mood ambyar pas di rumah. Selama pandemi, aku ngurangin begadang kalo ndak urgent banget, takut ngedrop soalnya. Alhamdulillah, masih diberi sehat sampai sekarang.
Semoga kita semua sehat-sehat, dijauhkan dari penyakit ya. Aamiin
Sabar ya bu jangan marah2 wkwkwkwk.. biasalah itu Bapack2ID seperti saya kadang mikirnya ga seribet emak2 yee. mohon dimaapkeun hihi..
ReplyDeleteHahahaha eh tapi suamimu salutnya masih mau urus soal jemuran mba 😁 jarang2 loh :D.
ReplyDeleteItu pas bagian jemuran pakaian dalam dipampang di pinggir jalan ya ampun ngakaaaaak 🤣🤣. Iya sih, akupun kalo tahu, bakal aku ambilin juga, dan jemur tempat lain yg mana ga keliatan orng. Malu lah kalo pakaian dalam kliatan 🤣.
Btw, aku setuju Ama prinsip mba yg ttg secukupnya. Di fase yg skr ini, akupun udh ga ambisius mba. Kalo dulu pengen punya rumah , pengen traveling kliling dunia, pak suami aku paksa pindah kerja stiap 2 THN sekali supaya gaji semakin naik , tapi skr ga mau.
Aku ngerasa udah di fase CUKUP. Yg aku mau skr ini hidup tenang, nyaman. Gaji pak suami udah cukup utk hidup dengan gaya skr, ya udah. Kalo ntr ada rezeki naik level lagi, itu bonus. Tapi kayak kemarin pak suami dapat tawaran kerjaan dengan kenaikan gaji tinggi, level naik, tapi pas dia diskusiin ke aku, aku tolak. Alasannya, Krn atasan pak suami yg skr luar biasa baik, dan dia udah banyak rekomendasiin suamiku supaya bisa duduk di level skr. Jadi rasanya aku ngerasa kayak ga tau balas Budi kalo aku ambil offering yg tadi.
Biarlah gajinya LBH tinggi, tapi toh dgn gaji skr kami udah bisa hidup nyaman. Udah cukup 😊. Terlalu banyak juga ga baik . Bisa aja jam kerja pak suami malah jadi gila2an 😅.
Soal jemuran ini saya juga gantian sama bulik sebelah rumah, hahaha
ReplyDeleterumah dempetan lahannya seuprit gantian jadinya kadang pilih ngelaundry aja lah ya. Tapi allhamdulillah skg udah punya mesin cuci jemur di dalam oke juga keringnya meski agak lama tapi cept. Semangat kita mba
aku juga termasuk yang suka banget ngeblog mba, dunia yang bikin hepi dari rutinitas dunia yang penuh drama
baca curhataan jemuran, saya banget itu suami mbak diah, suka mindahin jemuran ke tempat yg lebih panas, hahaha. Dulu pas saya tingga di rumah loteng, malah saya jemur di genteng loh mbak, wkwkwk udah kayak spiderman aja saya naik ganteng
ReplyDeletetapi suami saya selalu jemur pada tempatnya. lha kita kebalikannya ya, hahaha
Setuju banget mbak kalau secukupnya ini bikin hati tenang ya, saya pun kadang kuwalahan ngerjain ini dan itu karena memang kayak mampu aja semua job diambil, eh keteteran juga. jadi emang sebaiknya secukupnya aja.
makasih remindernya mbak diah
Jangan terlalu setress ya mba, kalo ngoyo maksain diri emang capek banget. tapi bagi yang ingin dapat lebih memang kudu banyak usaha ada waktu, ada tenaga yang harus ekstra.., kalo aku juga suka yg tenang..sih
ReplyDelete