“Setelah ribuan pengalaman, yakinlah, sesudah gelap terbitlah terang.”
Alhamdulillah bulan Ramadan 1445 Hijriah telah tiba. Alhamdulillah kami sekeluarga masih diberi kesempatan berjumpa dengan bulan mulia ini. Alhamdulillah alhamdulillah wa syukurillah.
Credit: pexels.com |
Kami memulai puasa Ramadan pertama pada tanggal 11 Maret 2024. Kami memulainya dengan sukacita. Kami sahur pertama tanpa ada drama khususnya dari anak-anak. Namun, di hari pertama puasa itu ada satu anggota keluarga kami yang absen sahur. Ya, anak ketiga kami sedang sakit demam dan batuk plus sariawan. Sedih banget pastinya, baik kami orangtuanya maupun si anak kelas 1 SD yang sakit itu.
Dan ternyata enggak cuma sehari dia enggak bisa ikut puasa, melainkan hingga hari ketiga. Hiks. Baru di hari keempat (hari Kamis) dia ikut sahur dan puasa sehari penuh. Alhamdulillah.
Namun (lagi), di hari Jumat siang si sulung yang sekarang mondok tiba-tiba menelepon dari pondok. Dari suaranya terdengar dia seperti mau nangis. Katanya, dia ingin dijemput, ingin pulang, karena sedang sakit perut, pusing, juga batuk. Katanya sakit banget dan enggak tahan. Pengin istirahat saja di rumah.
Ya Allah.. ibu mana yang enggak sedih mendengar kabar seperti itu? Sedih banget pastinya, dan ingin segera melihat kondisinya. Suami pun segera memutuskan untuk menjemput si sulung sore itu juga. Meski kerjaan sedang menumpuk hari itu, tapi kalau mau jemput si sulung besok paginya malah akan kepikiran terus malamnya.
Jarak dari rumah ke pondok pesantren si sulung enggak begitu jauh, sih, sekitar satu hingga satu setengah jam perjalanan. Jadi sore itu sebelum Maghrib, si sulung sudah sampai di rumah. Sedih lihat wajahnya yang sayu, badannya yang lemas dan panas.
Malamnya suami mengantar si sulung ke rumah sakit. Tetapi ternyata antrenya banyak sekali. Sehingga suami memutuskan untuk balik besok paginya saja.
Sabtu pagi mereka balik lagi ke rumah sakit. Dan ternyata, dari hasil tes laboratorium, si sulung menderita sakit tifus. Sebenarnya dokter menyarankan untuk opname, tetapi karena suami repot sama kerjaan dan saya sendiri mengurus empat adik si sulung, jadi enggak ada yang bisa jaga. Maka akhirnya rawat jalan saja.
Saya dan suami berusaha merawat si sulung sebaik-baiknya. Sakit tifus harus benar-benar dijaga makannya, baik keteraturan, kebersihannya hingga tekstur makanannya. Saya memasakkan bubur, membuatkan puding, dan makanan-makanan lainnya yang cenderung lembut dan tidak pedas.
Alhamdulillah si sulung berangsur membaik (hingga hari ini). Namun cerita sakit di keluarga kami di awal bulan Ramadan ini ternyata belum berhenti sampai di situ. Sabtu siang sepulang sekolah, si nomor dua sudah merasakan pusing dan badannya panas. Hari Minggu istirahat full karena sakit demam dan batuk pilek.
Kemudian menyusul si nomor empat juga merasakan hal yang sama. Keduanya sakit batuk pilek dan demam secara berurutan. Hingga hari ini, si nomor empat masih sakit dan tampaknya si nomor tiga juga mulai tertular. Badannya mulai panas. Subhanallah.
"Muter terussss…!!”
Sempat terucap seperti itu dari mulut saya. Refleks saja. Mungkin itu refleksi dari rasa capek yang menumpuk. Capek lahir batin.
Tapi kemudian hati kecil saya berbisik,
"Bukan hanya sekali dua kali kamu merasakan kesedihan, kepahitan, kemalangan, atau apa pun itu namanya. Tapi ribuan kali! Sejak kamu kecil hingga sekarang usiamu 40+ untaian peristiwa demi peristiwa terjadi. Ya, ribuan kali kamu pernah mengalaminya! Tapi kamu tahu, kan, setelah semua itu, akan datang kegembiraan, kebahagiaan, dan hal-hal yang membuatmu tersenyum hingga tertawa.
Karena, semua akan berputar, Sayang!
Yakinlah, sesudah gelap terbitlah terang!”
Inilah ujian bagi keluarga kami di awal Ramadan 1445 H ini. Semua harus kami hadapi dengan kuat, sabar dan ikhlas. Banyak-banyak istighfar dan mendekat pada-Nya. Banyak-banyak bersujud dan berdoa.
Nah, bukankah karena Dia sayang pada kami, maka Dia mendekatkan pada-Nya dengan cara itu (melalui sakitnya anak-anak kami) di bulan penuh kasih sayang dan ampunan ini? Mungkin jika kami tak diuji dengan sakit, kami akan lalai pada-Nya dan melewatkan Ramadan dengan sia-sia (?).
Maka sesungguhnya kami sangat beruntung karena Dia yang mendekatkan kami pada-Nya. Sehingga sudah seharusnya kami beribadah dengan lebih baik dan lebih khusyuk lagi. Berdzikir dan berdoa, memohon segala kebaikan pada-Nya. Bonusnya, insyaa Allah pahala berlimpah menanti di bulan suci ini.
Maka, mari terus semangat beribadah di bulan Ramadan nan berkah ini. Semoga istiqomah hingga akhir dan kita dapat meraih derajat taqwa. Aamiin yaa Rabbal ‘alamiin.
No comments
Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.