Dari Sampah Menjadi Berkah, Rengkuh Banyu Mahandaru Sulap Pelepah Jadi Plepah




Siapa sangka, dari sampah berupa pelepah pohon pinang, bisa berubah menjadi produk yang bermanfaat sekaligus ramah lingkungan. Di tangan seorang Rengkuh Banyu Mahandaru, semua itu bisa terwujud. Seperti apa cerita lengkapnya? Simak tulisan ini sampai selesai, ya 🙂

Sebelum ke pokok bahasan, nih, teman-teman tahu pohon pinang tidak? Kalau saya, tahunya panjat pinang! Hehe. Memang betul, sih, lomba panjat pinang yang biasa ada di rangkaian acara peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia itu memang aslinya menggunakan batang pohon pinang. Hanya saja, kalau di Jawa, karena agak sulit menemukan pohon pinang maka diganti dengan pohon bambu 🙂

Iya, di pulau Jawa, tidak begitu banyak pohon pinang yang tumbuh. Lain halnya di Jambi dan Sumatera Selatan, ada puluhan ribu hektar perkebunan pinang di sana. Pohon pinang ini hampir seluruh bagian pohonnya mempunyai manfaat bagi manusia. Tentunya bukan hanya untuk lomba panjat pinang saja. Hehe. Dari batangnya, daunnya, buahnya, hingga bijinya semua bisa dimanfaatkan.

Misalnya saja batangnya bisa digunakan untuk bahan bangunan yang kuat dan tahan lama. Lalu buah dan bijinya bisa digunakan sebagai bahan makanan, pembuatan kue, hingga minuman. Lalu daunnya dapat bermanfaat sebagai obat-obatan seperti untuk mengobati diare, demam, sakit kepala, dan lain-lain.

Tapi apakah sudah banyak yang tahu, jika ternyata pelepah pohon pinang juga bermanfaat bagi manusia? Selama ini, pelepah-pelepah itu lebih sering dibakar karena dianggap sampah semata dan merusak pemandangan. Selain itu sangat sedikit masyarakat yang memanfaatkannya untuk keperluan rumah tangga.

Ya, ternyata, sampah berupa pelepah pohon pinang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif wadah makanan selain plastik dan styrofoam. Iya, wadah makanan yang biasanya berupa styrofoam berwarna putih itu, bisa diganti dengan pelepah pohon pinang sehingga lebih ramah lingkungan!


Keresahan pada Sampah Plastik

Adalah Rengkuh Banyu Mahandaru, yang mempunyai ide untuk memanfaatkan sampah dari pohon pinang yaitu pelepahnya menjadi produk yang bermanfaat. Awalnya, ada keresahan-keresahan yang dirasakan Rengkuh pada lingkungan yang setiap hari semakin banyak polusi, terutama banyaknya sampah plastik dan styrofoam yang perlu ratusan tahun untuk bisa terurai itu. Dan perlu diketahui, Indonesia adalah penyumbang sampah kelautan terbesar ke-2 di dunia!

Rengkuh Banyu Mahandaru (Sumber gambar: radioidola.com)


Pembungkus plastik dan styrofoam menjadi salah satu masalah lingkungan yang berasal dari industri makanan. Maka Rengkuh ingin mengurangi sampah-sampah itu, dengan cara membuat produk substitusinya atau alternatifnya. Sehingga dia membuat food container berbahan pelepah pinang untuk mengganti wadah makanan berbahan styrofoam, sehingga lebih ramah lingkungan.

Selain itu, kemasan ramah lingkungan berbahan pelepah pinang itu terinspirasi dari kearifan lokal dan kebiasaan nenek moyang menggunakan dedaunan untuk pembungkus makanan. Ia juga belajar dari pengalaman dan penelitiannya di India soal penggunaan dedaunan sebagai pembungkus makanan.

Maka pada tahun 2018, Rengkuh mulai mendirikan perusahaan rintisan bernama PLEPAH. Perusahaan ini mengubah pelepah-pelepah pohon pinang menjadi food container atau wadah makanan, sebagai alternatif wadah makanan selain plastik dan styrofoam.


Plepah: Wirausaha Sosial

Plépah adalah organisasi multi-disiplin yang berfokus pada inovasi sosial. Tim Plepah terdiri dari desainer, insinyur, ilmuwan, peneliti, pengembang bisnis, dan pengembang komunitas. Plepah menggunakan desain untuk menyelidiki dan mengatasi masalah sosial yang kompleks di berbagai sektor, mengembangkan ide-ide inovatif untuk menghasilkan perubahan jangka panjang dan berkelanjutan. Sehingga di Plepah ada kolaborasi antara desain, teknologi, dan lingkungan.

Pemberdayaan masyarakat adalah salah satu fokus Plepah, maka mereka menggunakan berbagai metode penelitian untuk menciptakan produk dan solusi berkelanjutan untuk memberikan dampak yang lebih besar, dan berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungan.

Rengkuh sebagai Co-founder dan CEO Plepah menjalin kerja sama dengan para petani pinang di Jambi, tempat adanya perkebunan pinang yang luas. Ya, nama provinsi Jambi yang berasal dari kata “jambe” yang artinya pohon pinang itu memang punya perkebunan pinang yang luas. Dari data Dinas Perkebunan Jambi, pada tahun 2020 luas perkebunan pinang di sana ada 22.000 hektar. Kebun pinang paling banyak berada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.

Bersama Kelompok Koperasi Mendis Maju Bersama, Rengkuh mengajak masyarakat di Jambi untuk mengelola limbah agrikultur berupa pelepah pinang menjadi pendapatan alternatif berupa produk eco friendly (yaitu wadah makanan). Dengan kerja sama ini, Plepah berusaha memberdayakan potensi desa dan masyarakat di wilayah Jambi.

Petani di Teluk Kulbi, Jambi membawa pelepah pinang (Sumber gambar; IG @plepah_id)


Kriteria pelepah pinang yang bisa digunakan untuk food container adalah pelepah yang kering, cukup lebar, bersih, tidak jamuran. Pelepah-pelepah itu dikumpulkan, lalu dipilah, dipotong per 40 cm, dijemur di bawah terik matahari, kemudian dikemas/diikat untuk disetorkan ke tim Plepah.

Setelah sampai di pabrik Plepah, pelepah-pelepah pinang itu melalui proses pencucian, pengeringan, pencetakan di mesin pencetak, sterilisasi, dan yang terakhir packaging (pengemasan).

Dari produksi kecil-kecilan, kini Plepah bisa menyuplai pembungkus makanan ramah lingkungan itu hingga lebih dari 100 ribu kontainer makanan per bulan. Plepah punya tiga tempat produksi yaitu di Jambi, Sumatera Selatan, dan di Bogor (Cibinong) sebagai pusat produksi.

Usaha Plepah ini menjadikan pohon pinang punya niilai tambah, selain buah pinang dan bagian-bagian pohon lainnya yang telah lebih dulu diketahui manfaatnya. Selain itu Plepah juga membantu menaikkan pendapatan petani dan pengumpul pelepah pinang di tempat-tempat mereka bekerja. Sehingga Plepah mampu memberdayakan masyarakat, menambah ekonomi masyarakat, mengurangi limbah, dan tentunya ikut menjaga bumi dari kerusakan.

Usaha Rengkuh dan Plepah memang sangat inspiratif. Maka tak heran Rengkuh telah mendapat banyak dukungan dan apresiasi dari berbagai pihak. Salah satu yang memberikan apresiasi adalah Astra melalui Apresiasi SATU Indonesia Award 2023. Rengkuh menerima apresiasi bidang Kelompok, yang artinya gabungan antara beberapa bidang (lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi).

Melalui SATU (Semangat Astra Terpadu Untuk) Indonesia Awards, Rengkuh dinilai sebagai sosok muda yang berdampak bagi bangsa. Dia memang pantas menerimanya, karena dia adalah generasi muda yang memiliki kepeloporan dan melakukan perubahan untuk berbagi dengan masyarakat sekitarnya.


Keunggulan Plepah

Plepah merupakan kemasan yang ramah lingkungan. Plépah mengembangkan produk ramah lingkungan menggunakan produk non-kayu hutan (NTFP). Plépah memberdayakan desa dan masyarakat melalui pengolahan limbah komoditas pohon pinang sebagai pendapatan ekonomi alternatif bagi masyarakat di Sumatera Selatan dan Jambi.

Keunggulan Plepah adalah:

  • 100% natural
  • Food grade
  • Biodegradable dan compostable (dapat terurai di tanah dalam 60 hari!)
  • Kokoh
  • Tahan air
  • Tahan panas hingga 200 derajat celcius (bisa masuk oven dan microwave)
  • Sudah di sterilisasi melalui process UV:
  • Dapat digunakan beberapa kali untuk makanan kering.

Berhubung semua produk Plepah terbuat dari material alami, maka akan terdapat variasi warna dan corak pada setiap alat makan. Sehingga terlihat lebih artistik.

Food container Plepah (Sumber gambar: IG @plepah_id)

Food container Plepah (Sumber gambar: IG @plepah_id)

Tantangan Plepah: Pricing Point

Saat awal berdiri, Plepah punya tantangan soal meyakinkan para petani untuk mau bekerja sama saling menguntungkan. Lalu setelahnya hingga sekarang, salah satu tantangan terbesar Plepah adalah pricing point. Ya, soal harga dari produk Plepah ini yang sering menjadi pertanyaan banyak pihak. Pasalnya, harga produk Plepah jauh lebih mahal dari wadah makanan lainnya, terutama styrofoam.

Bagaimana tidak, harga styrofoam per biji sekitar 300 rupiah. Sedangkan harga Plepah sekitar 5.000 rupiah per biji. Jauh sekali bedanya. Sehingga hanya restoran-restoran tertentu seperti restoran makanan sehat yang berlangganan pada Plepah.

Sumber gambar: Plepah di Tokopedia.


Setelah Covid-19 melanda dunia, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan memang tumbuh. Namun harga jual Plepah yang cukup tinggi menjadi pertimbangan pula untuk menggunakannya.

Maka Plepah terus meningkatkan kapasitas, seperti melakukan partnership dengan restoran-restoran, melakukan edukasi, dan lain-lain. Mereka juga perlu meyakinkan bahwa produk ini harus bisa dibeli, digunakan, menjadi bagian dari hidup sehari-hari.


Mimpi Rengkuh Bersama Plepah

Rengkuh yang dulu di waktu kecil sering melihat ibunya yang bekerja di kehutanan, biasa melihat hutan, gunung, laut, udara biru, dan alam yang hijau, punya keinginan untuk membantu memberikan solusi bagi persoalan lingkungan, agar kehidupan lebih baik.

Sekarang, meski sudah banyak dukungan dan apresiasi yang diterima Rengkuh bersama Plepah, namun produk-produknya belum bisa diterima oleh semua kalangan. Maka ke depan, Rengkuh bertekad terus meningkatkan kapasitas sambil berusaha mengefisienkan ongkos produksi agar produk Plepah bisa dijual lebih murah, sehingga lebih banyak orang tergerak untuk menggunakannya sebagai solusi ramah lingkungan.


Kunjungan Menparekraf Sandiaga Uno di pabrik Plepah Cibinong (Sumber gambar: IG @plepah_id)

Kunjungan Wakil Menteri Bidang Sains, Teknologi, dan Kebijakan Inovasi Jepang (Sumber gambar: IG @plepah_id)

Karena ia memimpikan suatu saat Plepah bisa digunakan di mana-mana, bukan hanya di kalangan tertentu. Dan tak perlu ingat namanya sebagai pencipta Plepah, tetapi ia ingin orang akan tahu bahwa Plepah adalah wadah makanan ramah lingkungan seperti halnya wadah makanan styrofoam itu.

Rengkuh juga bermimpi bahwa desa-desa di Jambi dan Sumatera Selatan yang menjadi sumber bahan dan tempat produksi Plepah saat ini bisa menjadi desa-desa contoh, terkait sustainability produk dan sustainability ekonomi. Rengkuh percaya bahwa solusi global bisa dimulai dan diselesaikan dari desa-desa dengan memanfaatkan apapun di sekitarnya.

Begitulah, Plepah bukan hanya soal bisnis, tapi juga misi besar untuk menjaga bumi dari ancaman polusi plastik.

Nah, apakah kita bisa memanfaatkan apa pun di sekitar kita untuk turut menjaga bumi? Seperti halnya Rengkuh Banyu Mahandaru yang mengubah sampah menjadi berkah, menyulap pelepah menjadi Plepah?


*****

Sumber:

  • https://www.astra.co.id/satu-indonesia-awards
  • Instagram @plepah_id
  • YouTube CNN Indonesia
  • YouTube Jimmy Oentoro Channel


No comments

Terima kasih sudah berkunjung :)
Saya akan senang jika teman-teman meninggalkan komentar yang baik dan sopan.
Mohon maaf komentar dengan link hidup akan saya hapus ^^.